Jumat, 26 Juni 2020

๐Œ๐„๐“๐Ž๐ƒ๐Ž๐‹๐Ž๐†๐ˆ ๐ˆ๐Œ๐€๐Œ ๐’๐˜๐€๐…๐ˆ'๐ˆ ๐ƒ๐‹๐Œ ๐Œ๐„๐๐˜๐„๐‹๐„๐’๐€๐ˆ๐Š๐€๐ ๐ƒ๐€๐‹๐ˆ๐‹² ๐˜๐€๐๐† ๐๐„๐‘๐“๐„๐๐“๐€๐๐†๐€๐

๐„๐๐ข๐ฌ๐ข ๐Ÿ•: ๐‚๐š๐ซ๐š ๐ฆ๐ž๐ง๐ฒ๐ž๐ฅ๐ž๐ฌ๐š๐ข๐ค๐š๐ง ๐๐š๐ฅ๐ข๐ฅ ๐“๐š’๐š๐ซ๐ฎ๐๐ก ๐š๐ง๐ญ๐š๐ซ๐š ๐๐š๐ฌ๐ก ๐๐š๐ง ‘๐”๐ซ๐Ÿ.

   Secara etimologi, kata al-'urf (ุงู„ุนُุฑْู) bermakna al-khairu (ุงู„ุฎูŠْุฑ), al-ihsanu (ุงู„ุฅุญุณุงู†), dan ar-rifqu (ุงู„ุฑِّูْู‚), yang semuanya bermakna kebaikan. 
  Sedangkan secara terminologi, al-'urf bermakna :

ู…ุง ุงุนْุชุงุฏ ุงู„ู†ّุงุณُ ูˆุณุงุฑُุงูˆุง ุนู„ูŠْู‡ِ ูِูŠ ุฃُู…ُูˆุฑِ ุญูŠุงุชِู‡ِู…ْ ูˆู…ُุนุงู…ู„ุงุชِู‡ِู…ْ ู…ِู†ْ ู‚ูˆْู„ٍ ุฃูˆْ ูِุนْู„ٍ ุฃูˆْ ุชุฑْูƒٍ

“Apa yang menjadi kebiasaan manusia dan mereka melawati kehidupan dan muamalat mereka dengan hal itu, baik berupa perkataan, perbuatan atau hal yang ditinggalkan”. (Lihat kitab At Ta'rifat, hal. 125).

   Dan terkadang al-‘urf ini juga disebut al-‘adah (ุงู„ุนุงุฏุฉ), atau kebiasaan yang berlaku di suatu masyarakat tertentu.

    Ibnu Sam’ani mendefinisikan al-urf , adalah :

ู…ุง ุงุณْุชู‚ุฑّ ููŠِ ุงู„ู†ُّูُูˆุณِ ู…ِู†ْ ุฌِู‡ّุฉِ ุงู„ุนُู‚ُูˆู„ِ ูˆ ุชู„ู‚ّุชْู‡ُ ุงู„ุทِّุจุงุนُ ุงู„ุณّู„ِูŠْู…ุฉُ ุจِุงู„ู‚ุจُูˆู„ِ

“Apa-apa yang menempati jiwa dari segi logika dan diterima oleh tabiat yang sehat”. (Lihat kitab Al Qawati Al Adillah fiil Ushul, 1/29).

   ‘Urf atau adat adalah salah satu dalil aqliyyah yang didukung kehujjahannya oleh nash. Yang mana ‘urf tersebut bersumber dari masyarakat setempat dengan cara merwariskannya secara turun temurun dari generasi ke generasi berikutnya. dari sini dipahami bahwa ‘urf adalah salah satu qaidah fiqhiyyah mu’tabar, selama ‘urf itu tidak bertentangan dengan nash. Sehingga ‘urf atau adat yang tersebar di masyarakat bisa ditetapkan sebagai landasan hukum. Oleh sebab itu atas dasar inilah para ulama ushul membuat kaidah tentang 'Urf:

Kaidah Pertama:

ุงู„ุนَุงุฏَุฉُ ู…ُุญَูƒَّู…َุฉٌ

"Adat kebiasaan itu dapat ditetapkan sebagai landasan hukum." (Lihat kitab Qawaid Al Ahkam fii Masholih Al anam, hal. 564)

Kaidah Kedua:

ู„ุงَูŠُู†ْูƒَุฑُ ุชَุบَูŠُّุฑُ ุงู„ْุญُูƒْู…ِ ุจِุชَุบَูŠُّุฑِ ุงู„ุฃَู…ْูƒِู†َุฉِ ูˆَุงู„ุฃَุฒْู…َุงู†ِ

"Tidak dapat dipungkiri bahwa perubahan hukum (berhuhungan) dengan perubahan tempat dan masa." (Lihat kitab Qawaid Al fiqhiyyah, hal.227).

  Maka dari itu, Jika ‘Urf yang tersebar di masayarakat, baik itu ‘urf yang berbentuk ucapan maupun perbuatan/adat bertentangan dengan Nash, maka Imam Syafi’I menyelesaikannya dengan menggunakan dua metode, yaitu: 

๐Ÿ). ๐Œ๐ž๐ญ๐จ๐๐ž ๐๐ž๐ซ๐ญ๐š๐ฆ๐š: Al Jam’u wa Taaufik (kompromi), yaitu menggabungkan kedua dalil ta'arudh tersebut dengan cara ‘Urf mentakhsis keumuman Nash atau Taqyidul Muthlaq.

   Jadi, inilah metode pertama yang dilakukan oleh Imam Syafi'i ketika Nash bertentangan dengan 'Urf yaitu Al Jam’u wa taufiq jika hal tersebut memungkinkan dengan cara ‘urf mentakhsis keumuman nash dan mentaqyid kemuthlakan nash. Sehingga dalam hal ini Imam Syafi’I membolehkan ‘Urf mentakhsis keumuman nash dan begitupun mentaqyid kemuthlakan nash. (Lihat kitab Risalah, hal. 509).

    Sebagai contoh yaitu Rasulullah SAW bersabd:

ุฃَุจَุง ู‡ُุฑَูŠْุฑَุฉَ ุฑَุถِูŠَ ุงู„ู„َّู‡ُ ุนَู†ْู‡ُ، ูŠَู‚ُูˆู„ُ: ู‚َุงู„َ ุงู„ู†َّุจِูŠُّ ุตَู„َّู‰ ุงู„ู„ู‡ُ ุนَู„َูŠْู‡ِ ูˆَุณَู„َّู…َ: ุฃَูˆْ ู‚َุงู„َ: ู‚َุงู„َ ุฃَุจُูˆ ุงู„ู‚َุงุณِู…ِ ุตَู„َّู‰ ุงู„ู„ู‡ُ ุนَู„َูŠْู‡ِ ูˆَุณَู„َّู…َ: ุตُูˆู…ُูˆุง ู„ِุฑُุคْูŠَุชِู‡ِ ูˆَุฃَูْุทِุฑُูˆุง ู„ِุฑُุคْูŠَุชِู‡ِ، ูَุฅِู†ْ ุบُุจِّูŠَ ุนَู„َูŠْูƒُู…ْ ูَุฃَูƒْู…ِู„ُูˆุง ุนِุฏَّุฉَ ุดَุนْุจَุงู†َ ุซَู„ุงَุซِูŠู†َ

Abu Hurairah berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Berpuasalah kalian karena melihatnya, berbukalah kalian karena melihatnya. Jika -hilal- itu tertutup dari pandangan kalian, sempurnakanlah bukan say’ban menjadi tiga puluh hari” .

   Yang dimaksud dengan Ru’ya pada hadist di atas adalah Ru’yatul bashoriyyah yaitu penglihatan dengan mata kepala atau melihat langsung kemunculan hilal. Ru’yatul bashoriyyah digunakan oleh penduduk masyarakat arab yang belum memiliki teknologi dalam menentukan waktu ramadhan, sehingga hal ini bisa dihukumi bahwa Ru’yatul bashoriyyah merupakan adat masyarakat arab pada waktu itu, yang mentakhsis keumuman hadist.

  Begitupun juga pada zaman sekarang, yaitu zaman teknologi, yang juga merupakan adat masyarakat, sehingga bisa dihukumi bahwa adat masyarakat sekarang yang penuh dengan teknologi bisa mentakhsis keumuman hadist di atas dengan menetapkan hilal dengan cara hisab dengan menggunakan teknologi dan bukan dengan cara melihat langsung hilal tersebut dengan mata kepala.

๐Ÿ). ๐Œ๐ž๐ญ๐จ๐๐ž ๐Š๐ž๐๐ฎ๐š: Jika ‘Urf tersebut menunjukkan untuk meninggalkan madlul Nash secara keseluruhan, maka nashlah yang harus didahulukan.

   Sebagaiman telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya, bahwa ‘Urf atau adat yang mu’tabar sebagai landasan hukum adalah ‘urf yang tidak menyalahi nash baik itu dari al qur’an dan sunnah, sebab ‘urf hanya merupakan dalil penunjang. Dikarenakan banyak ‘Urf pada zaman jahiliyah yang dihapus oleh datangnya Islam, seperti adat riba, adat minuman keras, adat perjudian, adat jual beli gharar, nikah syighar, dan lain-lain. (Lihat kitab Al ‘Urf wa Al ‘Amal fii Madzhab Al Maliki, hal. 168).

   Adapun maksud dari metode kedua di atas adalah Jika ‘Urf tersebut menunjukkan harus meninggalkan madlul Nash secara keseluruhan, disebabkan ta’arudh yang sangat kuat dan tidak bisa digabungkan antara keduanya, maka dalam hal ini Imam Syafi’I lebih mendahulukan nash dari pada ‘Urf yaitu mengamalkan nash dan meninggalkan atau menolak ‘Urf/adat yang tersebar di masyarakat. 

    Oleh sebab itu, dalam metode ini, Imam Syafi’I tidak lagi menggunakan metode naskh, akan tetapi langsung mentarjih nash atas ‘urf, yaitu nash lebih didahulukan dari pada ‘Urf. Seperti adat yang berbau kesyirikan dan lain-lain sebagainya yang tidak sesuai dengan Islam.

Wallahu a'lam bishowab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar