Sudah waktunya kamu menulis buku. Ilmu jangan hanya dikumpulkan. Ilmu bermanfaat kalau disebarkan. Menulis memang susah-susah mudah. Dikatakan susah karena untuk menulis, orang perlu membaca dan merenung, menelusuri lorong-lorong sunyi dialam pikirannya sendiri. Namun menulis adalah jalan para sarjana dan ulama. Menulis adalah cara mereka mengajar manusia lain.
Kendati bukan satu-satunya jalan, menulis memang dapat mengejawantahkan eksistensi manusia. Dengan menulis manusia berekspresi sekaligus berkomunikasi dan yang paling penting meninggalkan jejak pikiran untuk masa yang tak terhingga. Siapa yang membaca akan mengetahui dan siapa yang menulis tak akan mati.
Karya tulis mampu menembus sekat-sekat ruang dan waktu, melintasi sempadan geografis, etnis, bahkan agama. Tulisan tidak hanya merekam dan menyimpan tetapi juga membujuk dan mengajak bahkan melarang dan menyuruh. Tulisan " Dilrang Merokok" atau "Sholatlah sebelum engkau disholati" adalah contoh kecilnya. Tergantung genre, gaya, serta isinya, tulisan dapat menghibur dan mencerahkan atau justru membingunkan dan menyesatkan. Karenanya tdk salah kalau orang bilang, pena penulis bisa lebih tajam dari pedang para pejuang.
Tulisan itu sebagai entitas hidup. Tulisan itu bersuara dan berbicara. Membaca tulisan sama dengan berdialog. Bukankah saat membaca tulisan ini anda sebenarnya tengah mendengarkan saya berkata-kata? Hahaha memang sebuah paradoks..
Mereka bangun tatkala org lain tertidur dan berdiri tegak ketika org lain tertunduk. Orang-orang yang awas tatkala yang lain terlena dan bersuara disaat manusia lain terdiam. Begitulah Intelektual: yaitu melawan walau semua orang menyerah, menyanggah meski semua orang mengalah. Berani menggebrak dan mendobrak tirani. Mampu mengubah dan menggugah nurani. Namun siapakah Intelektual itu? Dialah yang memiliki pena yang lebih tajam dari pedang para pejuang..