Sabtu, 15 Agustus 2020

𝐊𝐀𝐈𝐃𝐀𝐇-𝐊𝐀𝐈𝐃𝐀𝐇 𝐈𝐌𝐀𝐌 𝐒𝐘𝐀𝐅𝐈'𝐈 𝐃𝐋𝐌 𝐌𝐄𝐍𝐓𝐀𝐑𝐉𝐈𝐇 𝐃𝐀𝐋𝐈𝐋² 𝐁𝐄𝐑𝐓𝐄𝐍𝐓𝐀𝐍𝐆𝐀𝐍

𝐄𝐝𝐢𝐬𝐢 𝟏𝟖 𝐊𝐚𝐢𝐝𝐚𝐡 𝐤𝐞 𝟏𝟎:

(رواية صاحب الواقعة أو مباشرها مقدمة على غيرها)

𝐑𝐢𝐰𝐚𝐲𝐚𝐭 𝐬𝐚𝐡𝐚𝐛𝐚𝐭 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐥𝐚𝐧𝐠𝐬𝐮𝐧𝐠 𝐛𝐞𝐫𝐤𝐚𝐢𝐭𝐚𝐧 𝐝𝐞𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐤𝐞𝐣𝐚𝐝𝐢𝐚𝐧, 𝐥𝐞𝐛𝐢𝐡 𝐝𝐢𝐝𝐚𝐡𝐮𝐥𝐮𝐤𝐚𝐧 𝐝𝐚𝐫𝐢 𝐫𝐢𝐰𝐚𝐲𝐚𝐭 𝐬𝐚𝐡𝐚𝐛𝐚𝐭 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐥𝐚𝐢𝐧𝐧𝐲𝐚.

 Maksud dari kaidah di atas adalah jika kedua hadist saling ta’arudh yang salah satunya adalah hadist yang diriwayatkan oleh sahabat yang langsung berkaitan dengan kejadian atau sahabat yang mengalami langsung kejadian tersebut, maka hadist ini lebih didahulukan dari pada riwayat sahabat yang lainnya yang hanya ikut meriwayatkannya saja, sebab sahabat yang mengalami suatu kejadian tersebut di dalam hadist, lebih mengetahui dan lebih memahami maksud hadits tersebut dibandingkan sahabat yang hanya ikut meriwayatkan hadist tersebut tanpa mengalami kejadian yang sama. (Lihat Imam Al Umm, Jilid 5/416, Iktilaf Al Hadist, 8/641)

Kaidah di atas adalah salah satu kaidah terjih ketika kedua dalil ta'arudh tersebut tidak bisa digabungkan atau dinasakh satu sama lain.

Adapun contoh dari kaidah di atas adalah: 

Hadist Maimunah binti Harits r.a tentang pernikahannya dengan Rasulullah SAW dalam keadaan halal (tidak berihram)

عن يزيد بن الأصَم، حدثتني ميمونة بنت الحارث : أَ ن رَسُولَ اللهِ تَزَ وجَهَا وَهُوَ حَلَالٌ

Hadist yang diriwayatkan oleh Yazid bin Al Asham, Maimunah binti Harits telah bercerita kepadaku bahwa Rasulullah menikahinya dalam keadaan halal (tidak berihram).(HR.Muslim) 

Hadist Maimunah di atas menunjukkan bahwa Nabi menikahinya dalam keadaan halal yaitu pada saat Nabi sudah tidak berihram lagi. Oleh Sebab itu seorang muslim haram menikahi perempuan pada saat ia berihram ketika menunaikan ibadah haji dan umrah.

Akan tetapi hadist di atas bertentangan dengan hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas tentang Rasulullah menikahi Maimunah dalam keadaan Ihram, yaitu:

عن ابن عباس ، قَالَ: تَزوجَ النبِيُّ مَيمُونَةَ وهُوَ مُحرِمٌ.

Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, beliau berkata: Nabi SAW menikahi Maimunah dalam keadaan berihram.(Muttafaqun Alaihi) 

Dilihat dari kontraversi kedua hadist di atas bahwa hadist Maimunah (istri Nabi SAW) lebih didahulukan dari hadist Ibnu Abbas, walaupun Hadist ibnu Abbas diriwayatkan oleh Muttafaqun Alaihi, sebab Maimunah binti Harits adalah perawi hadist yang langsung mengalami kejadian tersebut tentang pernikahannya bersama Rasulullah, sedangkan Ibnu Abbas adalah sahabat yang hanya meriwayatkan hadist tersebut.

Wallahu a'lam bishowab


𝐊𝐀𝐈𝐃𝐀𝐇-𝐊𝐀𝐈𝐃𝐀𝐇 𝐈𝐌𝐀𝐌 𝐒𝐘𝐀𝐅𝐈'𝐈 𝐃𝐋𝐌 𝐌𝐄𝐍𝐓𝐀𝐑𝐉𝐈𝐇 𝐃𝐀𝐋𝐈𝐋² 𝐁𝐄𝐑𝐓𝐄𝐍𝐓𝐀𝐍𝐆𝐀𝐍

𝐄𝐝𝐢𝐬𝐢 𝟏𝟕 𝐊𝐚𝐢𝐝𝐚𝐡 𝐤𝐞 𝟗:

(ما اتفق عليه الشيخان مقدم على غيره)

𝐇𝐚𝐝𝐢𝐬𝐭 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐝𝐢𝐫𝐢𝐰𝐚𝐲𝐚𝐭𝐤𝐚𝐧 𝐨𝐥𝐞𝐡 𝐀𝐬𝐲-𝐒𝐲𝐚𝐢𝐤𝐡𝐚𝐧 𝐥𝐞𝐛𝐢𝐡 𝐝𝐢𝐝𝐚𝐡𝐮𝐥𝐮𝐤𝐚𝐧 𝐝𝐚𝐫𝐢 𝐩𝐚𝐝𝐚 𝐇𝐚𝐝𝐢𝐬𝐭 𝐥𝐚𝐢𝐧𝐧𝐲𝐚.

 Yang dimaksud dengan Asy-Syaikhan yaitu Imam Bukhari dan Imam Muslim yang meriwayatkan hadist dalam kitab sahihnya (shahih Bukhari dan shahih Muslim) atau dalam periwayatan disebut Muttafaqun alaihi.

Imam Nawawi mengatakan bahwa para ulama sepakat bahwa kitab yang paling sahih setelah Al Qur’an adalah kitab shahih Imam Bukhari dan Imam Muslim, sehingga kedua kitab ini adalah kitab hadist Rasulullah SAW yang paling shahih baik itu dari segi sanad dan matannya. (Lihat kitab Syarhu Al Nawawi ‘ala Sohih Muslim,1/14).

Ada beberapa bentuk periwayatan kedua Imam hadist tersebut terhadap hadist Rasulullah SAW yaitu: HR. Muttafaqun alaihi dan HR. Asy-Syaikhan atau HR. Bukhari dan Muslim. Dari beberpa bentuk periwayatan tersebut memiliki makna dan perbedaan masing². Akan tetapi semuanya berhak didahulukan dari pada hadist selainnya.

HR. Muttafaqun alaihi adalah hadits yang disepakati oleh Imam Bukhari dan Muslim baik itu dari matan dan silsilah sanadnya dan keduanya meriwayatkan hadist dari Sahabat yang sama sebagai rowi al 'ala. Sedangkan HR. Asy-Syaikhan adalah hadist yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, yang mana keduanya meriwayatkan hadist tersebut melalui sahabat yang berbeda. Seperti Imam Bukhari meriwayatkan hadist dari Abu Hurairah dan Imam Muslim meriwayatkan hadist dari Ibnu Abbas dengan matan dan makna yang sama atau berbeda lafazh tetapi makna dan kandungannya sama. Nah, HR. As-Syaikhan ini juga biasa disebut HR. Bukhari dan Muslim.

Nah, Maksud dari kaidah di atas adalah jika terjadi ta'rudh (perselisihan) antara dua hadist, yang mana salah satunya adalah hadist yang diriwayatkan oleh Asy-Syaikhan (Imam Bukhari dan Muslim), maka itulah yang lebih didahulukan sebab kedua Imam tersebut memiliki kecerdasan intelektual luar biasa, kedhobitan dan hafalan yang kuat serta kehati-hatiannya dari dosa dan maksiat. 

Oleh sebab itu, hadist yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, lebih didahulukan dari pada hadist yang lain, yaitu ketika kedua hadist tersebut tidak bisa digabungkan (al jam’u bainahuma) atau dinasakh satu sama lain.

Imam Suyuti mengatakan bahwa hadist yang diriwayatkan oleh Asy-Syaikhan (Bukhari dan Muslim) atau Muttafaqun alaihi, lebih kuat dan lebih didahulukan dari pada hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim secara tunggal. (Lihat kitab Syarhu Al Kaukab As Sati', 2/368).

Contohnya yaitu Masalah waktu berkabung (menahan diri) sang istri yang ditinggal mati oleh suaminya.

Adapun Hadist yang diriwayatkan oleh Asy-Syaikhan tentang waktu menahan diri bagi istri dari suami yang meninggal selama 4 bulan 10 hari. Yaitu:

قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «لاَ يَحِلُّ لِامْرَأَةٍ تُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ أَنْ تُحِدَّ فَوْقَ ثَلاَثٍ إِلَّا عَلَى زَوْجٍ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا 

"Nabi SAW bersabda: tidak halal Seorang wanita yang mengaku beriman kepada Allah dan hari kiamat berkabung atas kematian seseorang di atas tiga hari, kecuali yang meninggal adalah suaminya, maka ia harus berkabung selama empat bulan sepuluh hari. (HR.Muttafaqun Alaihi) 

Hadist di atas adalah hadist tentang wajibnya berkabung (menahan diri) bagi istri atas kematian suaminya selama 4 bulan 10 hari, yang diriwayatkan oleh As Syaikhan. Hadist ini bertentangan dengan hadist Asma binti Umais yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad tentang tidak wajibnya berkabung bagi istri atas kematian suaminya selama 4 bulan 10 hari. Yaitu:

حديث أسماء بنت عميس زوجة جعفر بن أبي طالب, قالت: دخل علَي رسول الله اليوم الثالث من قتل جعفر فقال: "لَا تُحِدِي بعدَ يومِكِ هَذَا

Hadist yang diriwayatkan oleh Asma binti ‘Umais Istri Abu Ja’far bin Abi Tholib, dia berkata: Rasulullah masuk menemuiku pad hari ketiga kematian Abu Ja’far, dan beliau bersabda: janganlah kamu berkabung lagi setelah hari ini. (HR.Ahmad). 

Dilihat dari kedua teks hadist di atas sangat bertentangan sehingga keduanya tidak bisa digabungkan dan dinasakh satu sama lain. Oleh sebab itu Disinilah kaidah tarjih itu berlaku, bahwa hadist pertama yang diriwayatkan oleh As-Syaikhan lebih didahulukan dari pada hadist Asma binti Umais yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad.


Wallahu 'alam bishowab