MAKALAH
Oleh:
AHMAD MUNTAZAR
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER HUKUM ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2017
BAB I
PENDAHULUAN
Latar belakang.
Masyarakat arab
merupakan komunitas dari berbagai suku yang berada diseluruh semenanjung Arab.
Secara geografis ini membawa dampak pada tatanan sosial masyarakat arab, salah
satu tatanan itu adalah beragamnya dialek (lahjah) yang berbeda antar satu suku
dengan suku yang lain. Perbedaan semacam ini sangat wajar kalau kita melihat
dari segi geografis dan sosio cultural dari masing-masing suku.
Walaupun
terbagi dari berbagai dialek, namun masyarakat arab mempunyai bahasa bersama
yang dapat menyatukan mereka dalam berkomunikasi, berniaga dan melakukan
aktifitas lainnya.
Pada sisi lain,
keragaman dialek itu juga berpengaruh pada kemampuan orang untuk melafatkan
bahasa al-Qur’an. Fenomena keragaman dialek yang berpengaruh kepada kemampuan
melafatkan bahasa al-Qur’an merupakan sesuatu yang natural. Dari sini membawa
konsekuensi timbulnya berbagai macam bacaan (Qira’at) dalam melafatkan
al-Qur’an, yang pada akhirnya direspon oleh rasulullah SAW dengan membenarkan
pelafadzan al-Qur’an dengan berbagai macam Qira’at. Pada perkembangan
selanjutnya dipahami bahwa perbedaan bacaan dapat dijadikan sebagai sarana
mempermudah untuk membaca dan melafatkan al-Qur’an yang sesuai dengan
kemampuan dan dialek seseorang.[1]
Begitupula
dengan Rasmul qur’an merupakan salah satu bagian disiplin ilmu alqur’an yang
mana di dalamnya mempelajari tentang penulisan Mushaf Al-Qur’an yang dilakukan
dengan cara khusus, baik dalam penulisan lafal-lafalnya maupun bentuk-bentuk
huruf yang digunakan. Rasimul Qur’an dikenal juga dengan nama Rasm Utsmani.
Tulisan
al-Quran ‘Utsmani adalah tulisan yang dinisbatkan kepada sayyidina utsman ra.
(Khalifah ke III). Istilah ini muncul setelah rampungnya penyalinan al-Quran
yang dilakukan oleh team yang dibentuk oleh Ustman pada tahun 25H. oleh
para Ulama cara penulisan ini biasanya di istilahkan dengan “Rasmul ‘Utsmani’.
Yang kemudian dinisbatkan kepada Amirul Mukminin Ustman ra.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Qira’at Al Qur’an.
1.
Definisi Qira’at Al Qur’an.
Menurut bahasa, qira’at (قراءات) adalah bentuk jamak dari qira’ah (قراءة) yang merupakan isim masdar sima’i dari qaraa (قرأ), yang artinya : bacaan.[2]
Pengertian qira’at menurut istilah cukup beragam. Hal ini disebabkan
oleh keluasan makna dan sisi pandang yang dipakai oleh ulama tersebut. Qira’at menurut al-Zarkasyi:
مَذْهَبٌ يَذْهَبُ إِلَيْهِ إِمَامٌ مِنْ أَئِمَّةِ الْقُرَّاءِ
مُخَالِفًا بِهِ غَيْرَهُ فِى النُّطْقِ بِالْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ مَعَ اتِّفَاقِ
الرِّوَايَاتِ وَالطُّرُقِ عَنْهُ سَوَآءٌ كَانَتْ هِذِهِ
الْمُخَالَفَةُ فِى نُطْقِ الْحُرُوْفِ أَمْ فِىنُطْقٍ هَيْئَتِهَا
“Suatu madzhab yang dianut oleh seorang imam
qiraat yang berbeda dengan yang lainnya dalam pengucapan Al-Quran
al-Karim serta sepakat riwayat-riwayat dan jalur-jalur daripadanya, baik
perbedaan ini dalam pengucapan huruf-huruf maupun dalam pengucapan
keadaan-keadaan.”[3]
Dari pengertian di atas, tampaknya al-Zarkasyi hanya terbatas pada
lafal-lafal al-Qur'an yang memiliki perbedaan qira’at saja. Ia tidak
menjelaskan bagaimana perbedaan qira’at itu dapat terjadi dan bagaimana pula
cara mendapatkan qira’at itu.
Ada pengertian lain tentang qira’at yang lebih
luas daripada pengertian dari al-Zarkasyi di atas, yaitu pengertian qira’at
menurut pendapat Fahd Ar Rumy.
Fahd Ar Rumy memberikan pengertian qira’at sebagai : “Suatu mazhab yang dianut oleh
seorang imam dari para imam qurra’ yang berbeda dengan yang lainnya dalam
pengucapan al-Qur’an al-Karim dengan kesesuaian riwayat dan thuruq darinya.
Baik itu perbedaan dalam pengucapan huruf-huruf ataupun pengucapan bentuknya.”
Ada beberapa kata kunci dalam membicarakan qiraat yang harus diketahui.
Kata kunci tersebut adalah qira’at, riwayat dan tariqah. Berikut ini akan
dipaparkan pengetian dan perbedaan antara qira’at dengan riwayat dan tariqah,
sebagai berikut :
a. Qira’at adalah bacaan yang disandarkan kepada salah
seorang imam dari qurra’ yang tujuh, sepuluh atau empat belas; seperti qira’at
Nafi’, qira’at Ibn Kasir, qira’at Ya’qub dan lain sebagainya dengan syarat
apabila riwayat-riwayatnya dan jalannya sesuai.
b. Riwayat adalah bacaan yang disandarkan kepada salah
seorang perawi dari para qurra’ yang tujuh, sepuluh atau empat belas. Misalnya,
Nafi’ mempunyai dua orang perawi, yaitu Qalun dan Warsy, maka disebut dengan
riwayat Qalun ‘anNafi’ atau riwayat Warsy ‘an Nafi’.
c. Tariqah adalah bacaan yang disandarkan kepada orang yang
mengambil qira’at dari periwayat qurra’ yang tujuh, sepuluh atau empat belas.
Misalnya, Warsy mempunyai dua murid yaitu al-Azraq dan al-Asbahani, maka
disebut tariq al-Azraq ‘an Warsy, atau riwayat Warsy min thariq al-Azraq. Bisa
juga disebut dengan qira’at Nafi’ min riwayati Warsy min tariq al-Azraq.[4]
2. Sumber
perbedaan dan macam-macam Qira’at Al Qur’an.
Diantara sebab-sebab munculnya beberapa qira’at yang berbeda sebagai
berikut:
a. Perbedaan Qira’at Nabi. Artinya, dalam mengajarkan
Al-Qur’an kepada para sahabatnya, Nabi memakai beberapa versi qira’at.
b.
Pengakuan dari Nabi terhadap berbagai qira’at
yang berlaku dikalangan kaum muslimin waktu itu. Hal ini mengaku dialek di
antara mereka dalam mengucapkan kata-kata di dalam Al-Qur’an.
c.
Adanya
riwayat dari para sahabat Nabi menyangkut berbagai versi qira’at yang ada.
d.
Adanya Lahjah atau dialek kebahasaan dikalangan
bangsa Arab pada masa turunnya Al-Qur’an.[5]
Adapun macam-macam Qira’ah dari segi Kuantitas adalah sebagai berikut:
a.
Qira’ah Sa’bah (Qira’at tujuh). Maksud Sa’bah
adalah imam-imam qira’at yang tujuh, mereka adalah:
1)
Abdullah bin Katsir Ad-Dari (wafat 120 H)
2)
Nafi’ bin Abdurrahman bin Abu Na’im (wafat 169
H).
3)
Abdullah Al-Yashibi terkenal dengan sebutan Abu
Amir Ad-Dimasyqi (wafat 118 H).
4)
Abu Amar (wafat 154 H) dari Bsrah, Irak.
5)
Ya’qub (wafat 205 H) dari Basrah, Irak.
6)
Hamzah (wafat 188 H)
7)
Ashim (wafat 127 H).
b.
Qira’at Asyarah (Qira’at sepuluh). Yang
dimaksud qira’at sepuluh adalah qira’at tujuh yang telah disebutkan diatas ditambah
tiga Qira’at berikut:
1)
Abu Ja’far,
2)
Ya’qub bin Ishaq bin Yazid bin Abdullah bin Abu
Ishaq Al-Hadhrami Al-Bashri.
3)
Abu Muhammad Khalaf bin Hisyam bin Tsa’lab
Al-Bazzaz Al-Baghdad.
c.
Qira’at Arba’at Asyrah (Qira’at empat belas).
Yang dimaksud qira’at empat belas adalah Qira’at sepuluh diatas ditambah
dengan empat qira’at dibawah ini:
1)
Al-Hasan Al-Bashri (wafat 110 H). Salah seorang
Tabi’in besar yang terkenal kezahidannya.
2)
Muhammad bin Abdirrahman (wafat 123 H). Ia
adalah guru Abi ‘ Amr
3)
Yahya bin Al-Mubarak Al-Yazidi An-Nahwi
Al-Baghdadi (wafat 202 H). Ia mengambil qira’at dari Abi ‘Amr dan Hamzah.
4)
Abu Al-Fajr Muhammad bin Ahmad
Asy-Syanbudz (wafat 388 H)[6]
Adapun macam-macam Qira’ah dari
Segi Kualitas adalah sebagai berikut:
a.
Qira’at Mutawatir, yakni yang disampaikan
sekelompok orang mulai dari sampai akhir sanad, yang tidak mungkin bersepakat
untuk berbuat dusta. Umumnya, qira’at yang ada masuk kedalam bagian ini.
b.
Qira’at Mansyur, yakni yang memiliki sanad
sahih, tetapi tidak sampai pada kualitas Mutawatir, sesuai kaidah bahasa Arab
dan tulisan Mushaf “Ustmani, Mansyur dikalangan Qurra’. Dibaca sebagaimana
ketentuan yang telah ditetapkan Al-Jazari, dan tidak termasuk qira’at yang
keliru dan menyimpang.
c.
Qira’at Ahad, yakni memiliki sanad sahih,
tetapi menyalahi tulisan Mushaf ‘Ustmani dan kaidah bahasa Arab, ketentuan yang
telah ditetapkan Al-Jazari.
d.
Qira’at Syadz (menyimpang), yakni yang sanadnya
tidak sahih. Telah banyak kitab yang ditulis untuk jenis Qira’at ini.
e.
Qira’at Maudhu’ (palsu), seperti qira’at
Al-Khazzani, Ash-Suyuthi kemudian menambah qira’at yang keenam.
f.
Qira’at yang menyerupai Hadits Mudraj
(sisipan), yakni adanya sisipan pada bacaan dengan tujuan penafsiran.[7]
3.
Contoh Qira’at Al Qur’an.
Adapun contoh
Qira’ah dari segi kuantitas yaitu sebagai berikut:
a.
Qira’ah
Mutawatir.
Yaitu dalam surah Al Fatiha: 4 (مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ ),
ini adalah Qira’ah Mutawatir yang mana ayat tersebut dibaca dengan adanya alif
setelah huruf mim oleh Ashim, Al Kisai, dan Ya’qub, dan sebagian dari mereka
membacanya dengan menghapus alif yaitu (ملِكِ
يَوْمِ الدِّينِ ).
b.
Qira’ah
Masyhur
Seperti Qira’ah Abu Ja’far
dengan memfathakan huruf
“Ta” (كنت) dan dengan lafazh jama’ pada kata (ماأشهدناهم)
kemudian sebagian membacanya dengan mendommakan huruf “Ta” dan dengan lafazd
mufrad pada kalimat (ماأشهدتهم) dalam surah Al Kahfi: 51
مَا أَشْهَدتُّهُمْ خَلْقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَلَا خَلْقَ أَنفُسِهِمْ وَمَا كُنتُ مُتَّخِذَ الْمُضِلِّينَ عَضُداً
c.
Qira’ah
Ahad.
Sebagai mana diriwayatkan oleh Hakim dalam Mustadraknya dari jalan
Ashim Al Jahdari, dari Abi Bakrah bahwa Nabi Muhammad SAW membaca :
مُتَّكِئِينَ عَلَى رَفاْرَفٍ خُضْرٍ
وَعَبْقَرِيٍّ حِسَانٍ -٧٦
Yang mana Qira’ah
Mutawatirnya adalah
مُتَّكِئِينَ عَلَى رَفْرَفٍ خُضْرٍ وَعَبْقَرِيٍّ حِسَانٍ -٧٦
Kemudian contoh yang lain seperti Qira’ah
Ibnu Mas’ud
٨٩-
فَمَن لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلاَثَةِ أَيَّام متتابعات
ٍ
Yang mana
Qira’ah Mutawatirnya tanpa kata (متتابعات).[8]
d.
Qira’ah
Syazz.
Seperti Qira’at ‘Aisyah
dan Hafshah
حَافِظُوا عَلى
الصَّلَوَاتِ و الصَّلَوةِ الوُسْطَى صَلاَةُ العَصْرِ
Kalimat
(صلاةالعصر) merupakan tafsir atau penjelasan terhadap (
الصلاة الو سطى) yang terdapat dalam firman
Allah yang berbunyi :
حَافِظُوا عَلى
الصَّلَوَاتِ و الصَّلَوةِ الوُسْطَى
kemudian Qira’at Ibn Mas’ud :
وَالسَّا رِقُ
وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوْا اَيْمَا نَهُمَا
Lafaz ( ايمانهما ) merupakan tafsir atau penjelasan terhadap lafaz ( ايد
يهما) yang terdapat dalam firman
Allah yang berbunyi:
وَالسَّا رِقُ
وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوْا اَيدِ يَهُمَا [9]
B.
Rasm Al Qur’an.
1.
Definisi Rasm Al Qur’an.
Istilah rasm al-Qur’an terdiri dari dua
kata: rasm dan al-Qur’an. Rasm berasal dari kata رَسَمَ ـ يرسُم ـ رسماً,
rasama-yarsamu yang artinya menggambar atau melukis.
Istilah Rasm dalam Ulumul Qur’an diartikan sebagai pola penulisan Al-Quran yang
digunakan oleh Utsman bin Affan dan Sahabat-sahabatnya ketika menulis dan
membukukan Al-Qur’an.[10]
Oleh Karena itu dapat disimpulkan bahwa Rasm Utsmani adalah tata cara menuliskan Al-Qur’an yang ditetapkan pada
masa Khalifah Utsman bin Affan. Tata cara penulisan itu dijadikan standar dalam
penulisan kembali atau penggandaan mushaf
Al-Qur’an. Tata cara penulisan ini lebih populer dengan nama Rasm Utsmani.
Istilah ini lahir bersamaan dengan lahirnya mushaf
Utsman, Yaitu mushaf yang ditulis panitia empat yang terdiri atas Zaid bin
Tsabit, Abdullah bin Zubair, Sa’id bin Al-Ash, dan Abdurrahman bin Al-Harits. Mushaf Utsman ditulis dengan kaidah-kaidah
tertentu.[11]
Ulama Tafsir lebih cenderung menamainya dengan istilah rasm al-mushaf, dan ada pula yang menyebutnya dengan rasm al-Utsmani. Penyebutan demikian
dipandang wajar karena Khalifah Utsman bin Affan yang merestui dan
mewujudkannya dalam bentuk kenyataan. Rasm al-mushaf adalah ketentuan atau pola
yang digunakan oleh Utsman bin Affan beserta sahabat lainnya dalam hal
penulisan al-Qur’an berkaitan dengan mushaf-mushaf yang di kirim ke berbagai
daerah dan kota, serta Mushaf al-Imam yang berada di tangan Utsman bin Affan
sendiri.
2.
Sejarah Rasm Al Qur’an.
a.
Pemeliharaan dan pengumpulan ayat-ayat
Al-Qur’an di masa Rasulullah:
·
Hafalan
·
Tulisan-tulisan(berserak)
b.
Dimasa Abu Bakar tulisan berserak, baik di
pelepah kurma, kulit, batu, dikumpulkan jadi satu, yang pengumpulan ini
sekaligus ditertibkan ayat-ayat dan surat-suratnya(atas perintahAbu Bakar).
c.
Ketika
Utsman bin Affan menjadi khalifah,islam telah tersiar sampai ke Syam, Irak dan
lain-lain. Ketika Utsman mengerahkan tentara ke Syam dan Irak untuk menghadapi
penduduk Armenia dan Azzerbaiyan, datanglah shahabat Mudzaifah memberitahukan
bahwa kaum muslimin di negara-negara islam terjadi perselisihan bacaan
ayat-ayat Al-Qur’an.Di Madinah, anak-anak kaum muslimin cekcok bacaan Al-Qur’an
hingga kepada para guru-gurunya. Maka Utsman meminta mushaf yang ditulis pada
masa Abu Bakar kepada Hafsah binti Umar yang menyimpannya untuk disalin, lalu
dibentuklah panitia/tim:
·
Zaid ibnu Tsabit (sebagai ketua)
·
Abdullah Ibn Zubair
·
Said Ibn Ash
·
Abd al-Rahman ibn Haris.
3.
Kaedah dan Contoh Rasm Al Qur’an.
Rasm Utsmani
memiliki kaidah tertentu yang diringkas
oleh para ulama menjadi enam istilah. Keenam kaidah itu adalah sebagai berikut:
a.
Al-Hadzf(membuang,
menghilangkan, atau meniadakan huruf). Contohnya, menghilangkan huruf alif
pada ya’nida يَأَيُّهَاالنَّاسُ
b.
Al-jiyadah(penambahan),
seperti menambahkan huruf alif
setelah wawu atau yang mempunyai hukum jama’بَنُوْااِسْرَائِيْلَ dan menambah alif setelah hamzah marsumah (hamzah yang terletak di atas
lukisan wawu تَا اللهُ تَفْتَؤُا
c.
Al-Hamzah,
salah satu kaidah nya bahwa apabila hamzah ber-harakat sukun yang
sebelumnya, contoh اِئْذَنْ
d.
Badal (penggantian), seperti alif ditulis dengan wawu sebagai penghormatan pada kata الصَّلوة
e.
Washal dan fashl (penyambungan dan pemisahan), seperti kata kul yang diiringi dengan kata ma ditulis dengan
disambung كُلَّمَا
f.
Kata
yang dapat dibaca dua bunyi. Suatu kata yang dapat dibaca dua bunyi,
penulisannya disesuaikan dengan salah satu bunyinya. Di dalam mushaf Utsmani,
penulisan kata semacam itu ditulis dengan menghilangkan alif contohnya, مَلِكِ يَوْمِ الدِّيْنِ.
Ayat ini boleh dibaca dengan menetapkan alif
(yakni dibaca dua alif).[12]
4.
Manfaat dan
hikmah Rasm Al Qur’an.
a.
Manfaat Rasm Al Qur’an.
Penulisan Al-qur’an dengan mengikuti atau berpedoman
kepada rasm Utsmani yang dilakukan pada masa Khalifah Utsman sangat berfaedah
bagi umat Islam.
·
Memelihara dan melestarikan penulisan al-qur’an
sesuai dengan pola penulisan al-qur’an pada awal penulisan dan pembukuannya.
·
Memberi kemungkinan pada lafazh yang sama untuk
dibaca dengan versi qira’at yang berbeda, seperti dalam firman Allah berikut
ini:( wamaa yakhrda’uuna illa anpusahum) (al-baqarah 2:9).Lafazh ( yakhrda’una)
dalam ayat diatas,bisa dibaca menurut versi qira’at lainnya yaitu sementara kalau
ditulis ( yukhraada’uuna) tidak memberi kemungkinan untuk dibaca
(yakhrda’uuna).
·
Kemungkinan dapat menunjukkan makna atau maksud
yang tersembunyi, dalam ayat-ayat tertentu yang penulisannya menyalahi rasm
imla’i seperti dalam firman Allah berikut ini:(wassama’a banainha biaidin
wainnaa lamuusiu’un) (azzariyat 51:47) Menurut sementara ulama. Lafazh (
biaidin) ditulis dengan huruf ganda ya (al-ya’u), karena memberi isyarat akan
kebesaran kekuasaan Allah SWT. Khususnya dalam penciptaan langit dan alam semesta.
·
Kemungkinan dapat menunjukkan keaslian harakat
(syakl) suatu lafaz, seperti penambahan huruf ayat (saa warabbukum daarul
faasiqin) dan penambahan huruf ya
(al-ya’u) pada ayat (waibtaa’I diy lparabi) .
b.
Hikmah Rasm Al Qur’an.
Diantara hikmah-hikmah itu ialah :
·
Pembuangan alif dalam( bismillah) adalah untuk
mempermudah dan meringankan , karena sering digunakan. Ada yang mengatakan
bahwa karena alif dibuang maka sebagai petunjuk pembuangan alif, awal penulisan
ba’ dibuat panjang.
·
Pembuangan wawu pada ayat( yamhullahulbaatil)
befungsi sebagai petunjuk akan cepat hilangnya kebatilah.
·
Penambahan ya’ pada( wassama’a banaiha) biibad
berfungsi untuk membedakan lafadz aidiy yang bermakna kekuatan dan bermakna
tanagan.
·
Penambahan alif pada( laa azhbahanhu) berfungsi
sebagai petunjuk bahwa penyembelihan tidak terjadi, seolah-olah laa dalam ayat
itu adalah nafiyah.[13]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan.
1.
Qira’ah adalah Suatu mazhab yang dianut oleh seorang imam dari para imam qurra’ yang
berbeda dengan yang lainnya dalam pengucapan al-Qur’an al-Karim dengan
kesesuaian riwayat dan thuruq darinya. Baik itu perbedaan dalam pengucapan
huruf-huruf ataupun pengucapan bentuknya.
2.
Macam-macam qira’ah dibagi menjadi 2 secara
garis besar yaitu berdasarkan kualitas dan kuantitas.
a.
Kualitas
yaitu qira’ah mutawatir, Masyhur, ahad, syadz.
b.
Kuantitas
yaitu Qira’ah Sa’bah,
Qira’at Asyarah, Qira’at Arba’at Asyrah
3.
Rasm
yaitu suatu pola penulisan Al-Quran yang digunakan oleh Utsman bin Affan dan
Sahabat-sahabatnya ketika menulis dan membukukan Al-Qur’an.
B.
Saran
Dari penarapan kami di atas mungkin
banyak kekeliruan atau kesalahan dalam penulisan , oleh karena itu kami mohon
kritik dan sarannya agar kami bisa belajar dan memperbaiki kesalaha kami.Atas
kekurangannya kami mohon maaf.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Rosihan Ulumul Al-Qur’an, (Bandung: Pustaka Setia
2008).
Arrumy, Fahd Bin Abdurrahman, Dirasah
ulumul Qur’an Al Karim,( Riyad: 1427 H).
http://bnetpwj.blogspot.co.id/2016/04/makalah-qiraat-quran-lengkap.html, diakses pada pukul 01:30,
hari ahad 7 mei 2017
http://imron160795.blogspot.co.id/2013/12/rasm-al-quran.html
diakses pada pukul 20:12 rabu 10 mei
2017
http://ismiainilathifah.blogspot.co.id/2016/12/ulumul-quran-ilmu-qiraat.html diakses pada pukul 06:19 ahad 7 mei 2017
http://kumpulan-kumpulan-makalah.blogspot.co.id/2016/03/makalah-rasm-al-quran.html diakses pada pukul 18:54 Rabu 10 mei 2017
http://makalah2107.blogspot.co.id/2016/09/makalah-qiraat-al-quran.html diakses pada pukul 03:11 ahad 7 mei 2017.
Izzan, Ahmad Ulumul Qur’an, (Bandung:
Tafakkur, 2005).
Marzuki, Kamaludin, Ulumul Al-Qur’an. (Bandung: Rosdakarya
1992).
[1]
http://bnetpwj.blogspot.co.id/2016/04/makalah-qiraat-quran-lengkap.html,
diakses pada pukul 01:30, hari ahad 7 mei 2017
[2]
Fahd Bin Abdurrahman, Dirasah ulumul
Qur’an Al Karim,( Riyad: 1427 H). Hal. 341
[3]
http://makalah2107.blogspot.co.id/2016/09/makalah-qiraat-al-quran.html
diakses pada pukul 03:11 ahad 7 mei 2017.
[4]
Fahd Bin Abdurrahman, Dirasah ulumul
Qur’an Al Karim. Hal. 342
[5]
Dr. Rosihan Anwar, M.Ag, Ulumul Al-Qur’an, (Bandung: Pustaka Setia 2008),
hlm. 148-149
[6]
Kamaludin Marzuki, Ulumul Al-Qur’an. (Bandung: Rosdakarya 1992). Hlm
104-105
[7]
Dr. Rosihan Anwar, M.Ag, Ulumul Al-Qur’an, hal 151-154
[8]
Fahd Bin Abdurrahman, Dirasah ulumul
Qur’an Al Karim. Hal. 356
[9]
http://ismiainilathifah.blogspot.co.id/2016/12/ulumul-quran-ilmu-qiraat.html
diakses pada pukul 06:19 ahad 7 mei 2017
[10]
Ahmad Izzan, Ulumul Qur’an, (Bandung:
Tafakkur, 2005), h. 106
[11]
http://kumpulan-kumpulan-makalah.blogspot.co.id/2016/03/makalah-rasm-al-quran.html
diakses pada pukul 18:54 Rabu 10 mei 2017

Tidak ada komentar:
Posting Komentar