Minggu, 03 Desember 2017

QIRA’AH AL QUR’AN DAN PENGEMBANGAN RASM AL QUR’AN



MAKALAH







 Oleh:

AHMAD MUNTAZAR



 PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER HUKUM ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2017



BAB I
PENDAHULUAN

    Latar belakang.
Masyarakat arab merupakan komunitas dari berbagai suku yang berada diseluruh semenanjung Arab. Secara geografis ini membawa dampak pada tatanan sosial masyarakat arab, salah satu tatanan itu adalah beragamnya dialek (lahjah) yang berbeda antar satu suku dengan suku yang lain. Perbedaan semacam ini sangat wajar kalau kita melihat dari segi geografis dan sosio cultural dari masing-masing suku.
Walaupun terbagi dari berbagai dialek, namun masyarakat arab mempunyai bahasa bersama yang dapat menyatukan mereka dalam berkomunikasi, berniaga dan melakukan aktifitas lainnya.
Pada sisi lain, keragaman dialek itu juga berpengaruh pada kemampuan orang untuk melafatkan bahasa al-Qur’an. Fenomena keragaman dialek yang berpengaruh kepada kemampuan melafatkan bahasa al-Qur’an merupakan sesuatu yang natural. Dari sini membawa konsekuensi timbulnya berbagai macam bacaan (Qira’at) dalam melafatkan al-Qur’an, yang pada akhirnya direspon oleh rasulullah SAW dengan membenarkan pelafadzan al-Qur’an dengan berbagai macam Qira’at. Pada perkembangan selanjutnya dipahami bahwa perbedaan bacaan dapat dijadikan sebagai sarana mempermudah untuk membaca dan  melafatkan al-Qur’an yang sesuai dengan kemampuan dan dialek seseorang.[1]
Begitupula dengan Rasmul qur’an merupakan salah satu bagian disiplin ilmu alqur’an yang mana di dalamnya mempelajari tentang penulisan Mushaf Al-Qur’an yang dilakukan dengan cara khusus, baik dalam penulisan lafal-lafalnya maupun bentuk-bentuk huruf yang digunakan. Rasimul Qur’an dikenal juga dengan nama Rasm Utsmani.
Tulisan al-Quran ‘Utsmani adalah tulisan yang dinisbatkan kepada sayyidina utsman ra. (Khalifah ke III). Istilah ini muncul setelah rampungnya penyalinan al-Quran yang dilakukan oleh team yang dibentuk oleh Ustman  pada tahun 25H. oleh para Ulama cara penulisan ini biasanya di istilahkan dengan “Rasmul ‘Utsmani’. Yang kemudian dinisbatkan kepada Amirul Mukminin Ustman ra.

           

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Qira’at  Al Qur’an.
1.      Definisi Qira’at Al Qur’an.
Menurut bahasa, qira’at (قراءات) adalah bentuk jamak dari qira’ah (قراءة) yang merupakan isim masdar sima’i dari qaraa (قرأ), yang artinya : bacaan.[2]
Pengertian qira’at  menurut istilah cukup beragam. Hal ini disebabkan oleh keluasan makna dan sisi pandang yang dipakai oleh ulama tersebut. Qira’at menurut al-Zarkasyi:
مَذْهَبٌ يَذْهَبُ إِلَيْهِ إِمَامٌ مِنْ أَئِمَّةِ الْقُرَّاءِ مُخَالِفًا بِهِ غَيْرَهُ فِى النُّطْقِ بِالْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ مَعَ اتِّفَاقِ الرِّوَايَاتِ وَالطُّرُقِ عَنْهُ سَوَآءٌ  كَانَتْ هِذِهِ الْمُخَالَفَةُ فِى نُطْقِ الْحُرُوْفِ أَمْ فِىنُطْقٍ هَيْئَتِهَا
Suatu madzhab yang dianut oleh seorang imam qiraat  yang berbeda dengan yang lainnya dalam pengucapan Al-Quran al-Karim serta sepakat riwayat-riwayat dan jalur-jalur daripadanya, baik perbedaan ini dalam pengucapan huruf-huruf maupun dalam pengucapan keadaan-keadaan.”[3]

Dari pengertian di atas, tampaknya al-Zarkasyi hanya terbatas pada lafal-lafal al-Qur'an yang memiliki perbedaan qira’at saja. Ia tidak menjelaskan bagaimana perbedaan qira’at itu dapat terjadi dan bagaimana pula cara mendapatkan qira’at itu.
Ada pengertian lain tentang qira’at yang lebih luas daripada pengertian dari al-Zarkasyi di atas, yaitu pengertian qira’at menurut pendapat Fahd Ar Rumy.
Fahd Ar Rumy memberikan pengertian qira’at sebagai : “Suatu mazhab yang dianut oleh seorang imam dari para imam qurra’ yang berbeda dengan yang lainnya dalam pengucapan al-Qur’an al-Karim dengan kesesuaian riwayat dan thuruq darinya. Baik itu perbedaan dalam pengucapan huruf-huruf ataupun pengucapan bentuknya.”
Ada beberapa kata kunci dalam membicarakan qiraat yang harus diketahui. Kata kunci tersebut adalah qira’at, riwayat dan tariqah. Berikut ini akan dipaparkan pengetian dan perbedaan antara qira’at dengan riwayat dan tariqah, sebagai berikut :
a.       Qira’at adalah bacaan yang disandarkan kepada salah seorang imam dari qurra’ yang tujuh, sepuluh atau empat belas; seperti qira’at Nafi’, qira’at Ibn Kasir, qira’at Ya’qub dan lain sebagainya dengan syarat apabila riwayat-riwayatnya dan jalannya sesuai.
b.      Riwayat adalah bacaan yang disandarkan kepada salah seorang perawi dari para qurra’ yang tujuh, sepuluh atau empat belas. Misalnya, Nafi’ mempunyai dua orang perawi, yaitu Qalun dan Warsy, maka disebut dengan riwayat Qalun ‘anNafi’ atau riwayat Warsy ‘an Nafi’.
c.       Tariqah adalah bacaan yang disandarkan kepada orang yang mengambil qira’at dari periwayat qurra’ yang tujuh, sepuluh atau empat belas. Misalnya, Warsy mempunyai dua murid yaitu al-Azraq dan al-Asbahani, maka disebut tariq al-Azraq ‘an Warsy, atau riwayat Warsy min thariq al-Azraq. Bisa juga disebut dengan qira’at Nafi’ min riwayati Warsy min tariq al-Azraq.[4]
2.      Sumber perbedaan dan macam-macam Qira’at Al Qur’an.
Diantara sebab-sebab munculnya beberapa qira’at yang berbeda sebagai berikut:
a.       Perbedaan Qira’at Nabi. Artinya, dalam mengajarkan Al-Qur’an kepada para sahabatnya, Nabi memakai beberapa versi qira’at.
b.      Pengakuan dari Nabi terhadap berbagai qira’at yang berlaku dikalangan kaum muslimin waktu itu. Hal ini mengaku dialek di antara mereka dalam mengucapkan kata-kata di dalam Al-Qur’an.
c.        Adanya riwayat dari para sahabat Nabi menyangkut berbagai versi qira’at yang ada.
d.      Adanya Lahjah atau dialek kebahasaan dikalangan bangsa Arab pada masa turunnya Al-Qur’an.[5]
      Adapun macam-macam Qira’ah dari segi Kuantitas adalah sebagai berikut:
a.       Qira’ah Sa’bah (Qira’at tujuh). Maksud Sa’bah adalah imam-imam qira’at yang tujuh, mereka adalah:
1)      Abdullah bin Katsir Ad-Dari (wafat 120 H)
2)      Nafi’ bin Abdurrahman bin Abu Na’im (wafat 169 H).
3)      Abdullah Al-Yashibi terkenal dengan sebutan Abu Amir Ad-Dimasyqi (wafat 118 H).
4)      Abu Amar (wafat 154 H) dari Bsrah, Irak.
5)      Ya’qub (wafat 205 H) dari Basrah, Irak.
6)      Hamzah (wafat 188 H)
7)      Ashim (wafat 127 H).
b.      Qira’at Asyarah (Qira’at sepuluh). Yang dimaksud qira’at sepuluh adalah qira’at tujuh yang telah disebutkan diatas ditambah tiga Qira’at berikut:
1)      Abu Ja’far,
2)      Ya’qub bin Ishaq bin Yazid bin Abdullah bin Abu Ishaq Al-Hadhrami Al-Bashri.
3)      Abu Muhammad Khalaf bin Hisyam bin Tsa’lab Al-Bazzaz Al-Baghdad.
c.       Qira’at Arba’at Asyrah (Qira’at empat belas). Yang dimaksud qira’at empat belas adalah Qira’at sepuluh diatas ditambah  dengan empat qira’at dibawah ini:
1)      Al-Hasan Al-Bashri (wafat 110 H). Salah seorang Tabi’in besar yang terkenal kezahidannya.
2)      Muhammad bin Abdirrahman (wafat 123 H). Ia adalah guru Abi ‘ Amr
3)      Yahya bin Al-Mubarak Al-Yazidi An-Nahwi Al-Baghdadi (wafat 202 H). Ia mengambil qira’at dari Abi ‘Amr dan Hamzah.
4)      Abu Al-Fajr Muhammad bin Ahmad Asy-Syanbudz (wafat 388 H)[6]
                Adapun macam-macam Qira’ah dari Segi Kualitas adalah sebagai berikut:
a.       Qira’at Mutawatir, yakni yang disampaikan sekelompok orang mulai dari sampai akhir sanad, yang tidak mungkin bersepakat untuk berbuat dusta. Umumnya, qira’at yang ada masuk kedalam bagian ini.
b.      Qira’at Mansyur, yakni yang memiliki sanad sahih, tetapi tidak sampai pada kualitas Mutawatir, sesuai kaidah bahasa Arab dan tulisan Mushaf “Ustmani, Mansyur dikalangan Qurra’. Dibaca sebagaimana ketentuan yang telah ditetapkan Al-Jazari, dan tidak termasuk qira’at yang keliru dan menyimpang.
c.       Qira’at Ahad, yakni memiliki sanad sahih, tetapi menyalahi tulisan Mushaf ‘Ustmani dan kaidah bahasa Arab, ketentuan yang telah ditetapkan Al-Jazari.
d.      Qira’at Syadz (menyimpang), yakni yang sanadnya tidak sahih. Telah banyak kitab yang ditulis untuk jenis Qira’at ini.
e.       Qira’at Maudhu’ (palsu), seperti qira’at Al-Khazzani, Ash-Suyuthi kemudian menambah qira’at yang keenam.
f.        Qira’at yang menyerupai Hadits Mudraj (sisipan), yakni adanya sisipan pada bacaan dengan tujuan penafsiran.[7]
3.      Contoh Qira’at Al Qur’an.
Adapun contoh Qira’ah dari segi kuantitas yaitu sebagai berikut:
a.       Qira’ah Mutawatir.
Yaitu dalam surah Al Fatiha: 4 (مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ ), ini adalah Qira’ah Mutawatir yang mana ayat tersebut dibaca dengan adanya alif setelah huruf mim oleh Ashim, Al Kisai, dan Ya’qub, dan sebagian dari mereka membacanya dengan menghapus alif yaitu  (ملِكِ يَوْمِ الدِّينِ ).
b.      Qira’ah Masyhur
Seperti Qira’ah Abu Ja’far  dengan memfathakan huruf  “Ta”   (كنت) dan dengan lafazh jama’ pada kata (ماأشهدناهم) kemudian sebagian membacanya dengan mendommakan huruf “Ta” dan dengan lafazd mufrad pada kalimat (ماأشهدتهم)  dalam surah Al Kahfi: 51
مَا أَشْهَدتُّهُمْ خَلْقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَلَا خَلْقَ أَنفُسِهِمْ وَمَا كُنتُ مُتَّخِذَ الْمُضِلِّينَ عَضُداً
c.       Qira’ah Ahad.
Sebagai mana diriwayatkan oleh Hakim dalam Mustadraknya dari jalan Ashim Al Jahdari, dari Abi Bakrah bahwa Nabi Muhammad SAW membaca :
مُتَّكِئِينَ عَلَى رَفاْرَفٍ خُضْرٍ وَعَبْقَرِيٍّ حِسَانٍ -٧٦
Yang mana Qira’ah Mutawatirnya  adalah
  مُتَّكِئِينَ عَلَى رَفْرَفٍ خُضْرٍ وَعَبْقَرِيٍّ حِسَانٍ -٧٦
      Kemudian contoh yang lain seperti Qira’ah Ibnu Mas’ud
٨٩- فَمَن لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلاَثَةِ أَيَّام متتابعات ٍ
Yang mana Qira’ah Mutawatirnya tanpa kata (متتابعات).[8]
d.      Qira’ah Syazz.
Seperti Qira’at ‘Aisyah dan Hafshah
حَافِظُوا عَلى الصَّلَوَاتِ و الصَّلَوةِ الوُسْطَى صَلاَةُ العَصْرِ
            Kalimat (صلاةالعصر) merupakan tafsir atau penjelasan terhadap ( الصلاة الو سطى) yang terdapat dalam firman Allah yang berbunyi :
حَافِظُوا عَلى الصَّلَوَاتِ و الصَّلَوةِ الوُسْطَى
 kemudian   Qira’at Ibn Mas’ud :
وَالسَّا رِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوْا اَيْمَا نَهُمَا
Lafaz  ( ايمانهما ) merupakan  tafsir atau penjelasan terhadap lafaz ( ايد يهما) yang terdapat dalam firman Allah yang berbunyi:
وَالسَّا رِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوْا اَيدِ يَهُمَا [9]
B.     Rasm Al Qur’an.
1.      Definisi Rasm Al Qur’an.
Istilah rasm al-Qur’an terdiri dari dua kata: rasm dan al-Qur’an. Rasm berasal dari kata رَسَمَ ـ يرسُم ـ رسماً, rasama-yarsamu yang artinya menggambar atau melukis. Istilah Rasm dalam Ulumul Qur’an diartikan sebagai pola penulisan Al-Quran yang digunakan oleh Utsman bin Affan dan Sahabat-sahabatnya ketika menulis dan membukukan Al-Qur’an.[10] Oleh Karena itu dapat disimpulkan bahwa Rasm Utsmani adalah tata cara menuliskan Al-Qur’an yang ditetapkan pada masa Khalifah Utsman bin Affan. Tata cara penulisan itu dijadikan standar dalam penulisan kembali atau penggandaan mushaf Al-Qur’an. Tata cara penulisan ini lebih populer dengan nama Rasm Utsmani. Istilah ini lahir bersamaan dengan lahirnya mushaf Utsman, Yaitu mushaf yang ditulis panitia empat yang terdiri atas Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Sa’id bin Al-Ash, dan Abdurrahman bin Al-Harits. Mushaf Utsman ditulis dengan kaidah-kaidah tertentu.[11]
Ulama Tafsir lebih cenderung menamainya dengan istilah rasm al-mushaf, dan ada pula yang menyebutnya dengan rasm al-Utsmani. Penyebutan demikian dipandang wajar karena Khalifah Utsman bin Affan yang merestui dan mewujudkannya dalam bentuk kenyataan. Rasm al-mushaf adalah ketentuan atau pola yang digunakan oleh Utsman bin Affan beserta sahabat lainnya dalam hal penulisan al-Qur’an berkaitan dengan mushaf-mushaf yang di kirim ke berbagai daerah dan kota, serta Mushaf al-Imam yang berada di tangan Utsman bin Affan sendiri.
2.      Sejarah Rasm Al Qur’an.
a.       Pemeliharaan dan pengumpulan ayat-ayat Al-Qur’an di masa Rasulullah:
·         Hafalan
·         Tulisan-tulisan(berserak)
b.      Dimasa Abu Bakar tulisan berserak, baik di pelepah kurma, kulit, batu, dikumpulkan jadi satu, yang pengumpulan ini sekaligus ditertibkan ayat-ayat dan surat-suratnya(atas perintahAbu Bakar).
c.        Ketika Utsman bin Affan menjadi khalifah,islam telah tersiar sampai ke Syam, Irak dan lain-lain. Ketika Utsman mengerahkan tentara ke Syam dan Irak untuk menghadapi penduduk Armenia dan Azzerbaiyan, datanglah shahabat Mudzaifah memberitahukan bahwa kaum muslimin di negara-negara islam terjadi perselisihan bacaan ayat-ayat Al-Qur’an.Di Madinah, anak-anak kaum muslimin cekcok bacaan Al-Qur’an hingga kepada para guru-gurunya. Maka Utsman meminta mushaf yang ditulis pada masa Abu Bakar kepada Hafsah binti Umar yang menyimpannya untuk disalin, lalu dibentuklah panitia/tim:
·         Zaid ibnu Tsabit (sebagai ketua)
·         Abdullah Ibn Zubair
·         Said Ibn Ash
·         Abd al-Rahman ibn Haris.
3.      Kaedah dan Contoh Rasm Al Qur’an.
Rasm Utsmani  memiliki kaidah tertentu yang diringkas oleh para ulama menjadi enam istilah. Keenam kaidah itu adalah sebagai berikut:
a.       Al-Hadzf(membuang, menghilangkan, atau meniadakan huruf). Contohnya, menghilangkan huruf alif  pada ya’nida   يَأَيُّهَاالنَّاسُ 
b.      Al-jiyadah(penambahan), seperti menambahkan huruf alif setelah wawu atau yang  mempunyai hukum jama’بَنُوْااِسْرَائِيْلَ  dan menambah alif setelah hamzah marsumah (hamzah yang terletak di atas lukisan wawu تَا اللهُ تَفْتَؤُا
c.       Al-Hamzah, salah satu kaidah nya bahwa apabila hamzah ber-harakat sukun yang sebelumnya, contoh اِئْذَنْ
d.      Badal (penggantian), seperti alif ditulis dengan wawu sebagai penghormatan pada kata الصَّلوة
e.       Washal dan fashl  (penyambungan dan pemisahan), seperti kata kul yang diiringi dengan kata ma ditulis dengan disambung كُلَّمَا
f.         Kata yang dapat dibaca dua bunyi. Suatu kata yang dapat dibaca dua bunyi, penulisannya disesuaikan dengan salah satu bunyinya. Di dalam mushaf Utsmani, penulisan kata semacam itu ditulis dengan menghilangkan alif contohnya, مَلِكِ يَوْمِ الدِّيْنِ. Ayat ini boleh dibaca dengan menetapkan alif (yakni dibaca dua alif).[12]
4.      Manfaat dan hikmah Rasm Al Qur’an.
a.       Manfaat Rasm Al Qur’an.
Penulisan Al-qur’an dengan mengikuti atau berpedoman kepada rasm Utsmani yang dilakukan pada masa Khalifah Utsman sangat berfaedah bagi umat Islam.
·         Memelihara dan melestarikan penulisan al-qur’an sesuai dengan pola penulisan al-qur’an pada awal penulisan dan pembukuannya.
·         Memberi kemungkinan pada lafazh yang sama untuk dibaca dengan versi qira’at yang berbeda, seperti dalam firman Allah berikut ini:( wamaa yakhrda’uuna illa anpusahum) (al-baqarah 2:9).Lafazh ( yakhrda’una) dalam ayat diatas,bisa dibaca menurut versi qira’at lainnya yaitu sementara kalau ditulis ( yukhraada’uuna) tidak memberi kemungkinan untuk dibaca (yakhrda’uuna).
·         Kemungkinan dapat menunjukkan makna atau maksud yang tersembunyi, dalam ayat-ayat tertentu yang penulisannya menyalahi rasm imla’i seperti dalam firman Allah berikut ini:(wassama’a banainha biaidin wainnaa lamuusiu’un) (azzariyat 51:47) Menurut sementara ulama. Lafazh ( biaidin) ditulis dengan huruf ganda ya (al-ya’u), karena memberi isyarat akan kebesaran kekuasaan Allah SWT. Khususnya dalam penciptaan langit dan alam semesta.
·         Kemungkinan dapat menunjukkan keaslian harakat (syakl) suatu lafaz, seperti penambahan huruf ayat (saa warabbukum daarul faasiqin)   dan penambahan huruf ya (al-ya’u) pada ayat (waibtaa’I diy lparabi) .
b.      Hikmah Rasm Al Qur’an.
Diantara hikmah-hikmah itu ialah :
·         Pembuangan alif dalam( bismillah) adalah untuk mempermudah dan meringankan , karena sering digunakan. Ada yang mengatakan bahwa karena alif dibuang maka sebagai petunjuk pembuangan alif, awal penulisan ba’ dibuat panjang.
·         Pembuangan wawu pada ayat( yamhullahulbaatil) befungsi sebagai petunjuk akan cepat hilangnya kebatilah.
·         Penambahan ya’ pada( wassama’a banaiha) biibad berfungsi untuk membedakan lafadz aidiy yang bermakna kekuatan dan bermakna tanagan.
·          Penambahan alif pada( laa azhbahanhu) berfungsi sebagai petunjuk bahwa penyembelihan tidak terjadi, seolah-olah laa dalam ayat itu adalah nafiyah.[13]



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan.
1.      Qira’ah adalah Suatu mazhab yang dianut oleh seorang imam dari para imam qurra’ yang berbeda dengan yang lainnya dalam pengucapan al-Qur’an al-Karim dengan kesesuaian riwayat dan thuruq darinya. Baik itu perbedaan dalam pengucapan huruf-huruf ataupun pengucapan bentuknya.
2.      Macam-macam qira’ah dibagi menjadi 2 secara garis besar yaitu berdasarkan kualitas dan kuantitas.
a.       Kualitas yaitu qira’ah mutawatir, Masyhur, ahad, syadz.
b.      Kuantitas yaitu Qira’ah Sa’bah, Qira’at Asyarah, Qira’at Arba’at Asyrah
3.      Rasm yaitu suatu pola penulisan Al-Quran yang digunakan oleh Utsman bin Affan dan Sahabat-sahabatnya ketika menulis dan membukukan Al-Qur’an.
B.     Saran
Dari penarapan kami di atas mungkin banyak kekeliruan atau kesalahan dalam penulisan , oleh karena itu kami mohon kritik dan sarannya agar kami bisa belajar dan memperbaiki kesalaha kami.Atas kekurangannya kami mohon maaf.













DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Rosihan Ulumul Al-Qur’an, (Bandung: Pustaka Setia 2008).
Arrumy, Fahd Bin Abdurrahman, Dirasah ulumul Qur’an Al Karim,( Riyad: 1427 H).
http://bnetpwj.blogspot.co.id/2016/04/makalah-qiraat-quran-lengkap.html, diakses pada pukul     01:30, hari ahad 7 mei 2017
Izzan, Ahmad Ulumul Qur’an, (Bandung: Tafakkur, 2005).
Marzuki, Kamaludin, Ulumul Al-Qur’an. (Bandung: Rosdakarya 1992).


[1] http://bnetpwj.blogspot.co.id/2016/04/makalah-qiraat-quran-lengkap.html, diakses pada pukul 01:30, hari ahad 7 mei 2017
[2] Fahd Bin Abdurrahman, Dirasah ulumul Qur’an Al Karim,( Riyad: 1427 H). Hal. 341
[4] Fahd Bin Abdurrahman, Dirasah ulumul Qur’an Al Karim. Hal. 342
[5] Dr. Rosihan Anwar, M.Ag, Ulumul Al-Qur’an, (Bandung: Pustaka Setia 2008), hlm. 148-149
[6] Kamaludin Marzuki, Ulumul Al-Qur’an. (Bandung: Rosdakarya 1992). Hlm 104-105
[7] Dr. Rosihan Anwar, M.Ag, Ulumul Al-Qur’an, hal 151-154
[8] Fahd Bin Abdurrahman, Dirasah ulumul Qur’an Al Karim. Hal. 356
[10] Ahmad Izzan, Ulumul Qur’an, (Bandung: Tafakkur, 2005), h. 106
[12] Kamaluddin Marzuki, Ulum al-Qur’an, (Rosdakarya, Bandung, 1992.), hal 167

Tidak ada komentar:

Posting Komentar