MAKALAH
Oleh:
AHMAD MUNTAZAR
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER HUKUM ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2017
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang.
Pada masa permulaan peradaban yang
benar-benar membawa perubahan yang sangat besar, yang membawakan pula obor
kesejahteraan dan kemanusiaan, Muhammad SAW. Ia merupakan nabi penutup daripada
nabi dan rosul, serta sebagai rahmatanlil alamin bagi umat manusia dengan Islam
sebagai ajaran agama yang baru. Sehingga Ia pula patut sebagai guru utama bagi
pembaruan. Setelah nabi wafat ajaran tersebut disebarluaskan oleh para sahabat,
tabiin dengan memegang panji Islam yang kokoh. Sehingga pasca nabi, ajaran
Islampun juga disebarluaskan diseluruh penjuru dunia.
Dalam penyebaran syari’at islam pasca
Rosulullah Muhammad SAW, terdapat beberapa babakan, yakni mulai langsung dari
Khulafaur Rasyidin, yang dijalan kan oleh para sahabat dekat nabi (11-41 H)
yakni dari Abu Bakar as-Shidiq, Umar bin Khatab, Ustman bin Affwan, Ali bin Abi
Thalib. Serta babakan Islam pada masa klasik (keemasan) yang terdapat dua
penguasa besar pada saat itu, yaitu pada masa Dinasti Umawiyah dan Dinasti
Abbasiyah. Pada bahasan ini, kita akan membahas lebih luas tentang Dinasti
Abbasiyah yang diusungkan dari kerabat Rasulullah, yakni keluarga Abbas.
Kekuasaan
Dinasti Bani Abassiyah berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, dari tahun
132 H (750M) s.d. 656 H (1258 M). Dalam kurun waktu yang relatif panjang
tersebut, Dinasti Bani Abbasiyah berhasil mengembangkan peradaban Islam melalui
ilmu pengetahuan, sosial dan budaya. Masa keemasan ini terjadi saat perpindahan
ibukota ke Baghdad sehingga di sana perkembangan ilmu pengetahuan bisa tumbuh
dengan pesat.Beberapa khalifah Bani Abbasiyah juga berlatar belakang
intelektual yang tinggi sehingga bisa menjadi faktor berkembangnya peradaban
Islam.
Dengan situasi sudah
mapan, ternyata tidak sedikit dari khalifah Bani Abbasiyah yang tergiur oleh
kekuasaan.Mereka sering bertindak korupsi, berfoya – foya, serta bergaya hidup
hedonisme.Sehingga tanpa di sadari, sikap seperti itu lah yang membuat
kemunduruan Dinasti Bani Abbasiyah dan akhirnya runtuh.
Dalam makalah ini akan menjelaskan bagaimana
awal mula berdirinya Bani Abbasiyah, serta hal apa saja yang menjadikan
berkembangnya peradaban Islam. Juga faktor – faktor yang menjadikan Bani
Abbasiyah mengalami kemunduran dan akhirnya hancur.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah berdirinya Bani Abbasiyah.
Pemerintahan dinasti Abbasiyah
dinisbatkan kepada Al- Abbas, paman Rasulullah, sementara Khalifah pertama dari
pemerintahan ini adalah Abdullah Ash- Sahffah bin Muhammad bin Ali Bin Abdulah
bin Abbas bin Abdul Muthalib.Pada tahun 132 H/750 M, oleh Abul abbas Ash-
saffah,dan sekaligus sebagai khalifah pertama.Selama lima Abad dari tahun
132-656 H ( 750 M- 1258 M).
Di
antara yang mempengaruhi berdirinya khilafah bani Abbasiyah adalah terdapatnya
beberapa kelompok umat yang sudah tidak mendukung kekuasaan imperium bani
Umayah yang notabenenya korupsi, sekuler dan memihak sebagian kelompok
diantaranya adalah kelompok Syiah dan Khawarij.[1] serta
kaum Mawali yaitu orang-orang yang baru masuk islam yang mayoritas dari Persi.
Mereka merasa di perlakukan tidak setara dengan kelompok Arab karena pembebanan
pajak yang terlalu tinggi kelompok ini lah yang mendukung revolusi Abbasiyah.
Oleh karena itu penyebab berdirinya Bani
Abbasiyah adalah Banyaknya terjadi perselisihan antara intern bani Umayyah pada
masa tereakhir masa pemerintahannya, peyebabnya ialah memperebutkan kursi
kekhalifahan dan harta[2], Singkatnya
masa jabatan khalifah di akhir-akhir pemerintahan Bani Umayyah, Dijadikannya
putra mahkota lebih dari jumlah satu orang, Bergabungnya sebagian keluarga
Umawi kepada mazhab-mazhab agama yang tidak benar menurut syariat, Pudarnya
kecintaan rakyat pada akhir-akhir pemerintahan Bani Umayyah, Banyaknya
pembesar-pembesar Bani Umayyah yang sombong pada akhir pemerintahannya serta timbulnya
dukungan dari al-Mawali.
Pemerintahan Daulah Abbasiyah mengalami
dua masa, yaitu masa integrasi dan masa disintegrasi, secara garis besarnya
terbagi kepada empat periode.
1. Periode pertama dikenal dengan masa integrasi
ditandai dengan besarnya pengaruh Persia (750-847 M) sejak Khalifah pertama Abu
Abbas al-Safah (750-754 M) sampai berakhirnya pemerintahan al-Watsiq (842-847
M), yang dikenal sebagai masa kejayaan Daulah Abbasiyah.
2. Periode kedua (sampai keempat) disebut
masa disintegrasi yang ditandai dengan besarnya tekanan Turki (847-932 M) sejak
khalifah al-Mutawakkil (847-861 M) sampai akhir pemerintahan al-Mustaqi
(940-944 M) pada periode kedua, yang dikenal sebagai masa kemunduran Daulah
Abbasiyah.
3. Bani Buawaihi (944-1075 M) sejak khalifah
al-Mustaqfi (944-946 M) sampai khalifah al-Kasim (1031-1075 M) yang ditandai dengan
adanya tekanan Bani Buwaihi tehadap pemerintahan Daulah Abbasiyah pada masa
kemundurannya.
4. Turki Bani Saljuk (1075-1258 M) sejak dari
khalifah Al-Muktadi (1075-1084 M) sampai khalifah terakhir khalifah al-Muktasim
(1242-1258 M) yang ditandai dengan kuatnya kekuasaan Turki Saljuk dalam
pemerintahan dan berakhir dengan serangan Mongol.[3]
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
Daulah Abbasiyah yang berkuasa selama lima ratus delapan tahun dan diperintah
oleh 37 khalifah telah mengalami pergeseran peran kekuasaan dari satu bangsa ke
bangsa lainnya.
B.
Pemerintahan Dinasti Bani Abbasiyah pada masa
Integrasi.
1.
Masa Perkembangan Pemerintahan Daulah Abbasiyah.
Dari 37 khalifah Daulah Abbasiyah yang
memerintah dunia Islam selama 5 abad, ada tiga orang khalifah yang paling berjasa
membangun Daulah Abbasiyah tersebut, yaitu Abu Ja’far al-Mansur (754-775 M),
Harun al-Rasyid (786-809 M), dan al-Makmun (813-833).
Pemerintahan Daulah Abbasiyah berkembang
dimulai dari khalifah kedua, yaitu Abu Ja’far al-Mansur. Dia diangkat menjadi
khalifah setelah saudaranya Abu Abbas al-Safah. Beliau dikenal sebagai seorang
yang gagah perkasa, keras hati, kuat
keimanan,
bijaksana, cerdas, pemberani, teliti, disiplin, kuat beribadah dan sederhana.[4] Abu
Ja’far digelar dengan al-Mansur, artinya: yang memperoleh pertolongan Allah
Swt. karena dia selalu menang dalam menghadapi berbagai peperangan, baik ke
dalam menghadapi pemberontak, maupun ke luar mengatasi serangan Byzantium. Langkah
pertama yang dilakukan khalifah al-Mansur setelah diangkat menjadi khalifah
adalah menciptakan stabilitas pemerintahannya. Sebab di atas pemerintahan yang stabil
lah pembangunan dapat dilaksanakan. Untuk
terciptanya
stabilitas tersebut beliau menghadapi pemberontakan-pemberontakan dan
kerusuhan-kerusuhan, yaitu :
·
Menghadapi
Pemberontakan Abdullah bin Ali dan Shaleh bin Ali serta menghadapi kekuatan Abu
Muslim.
·
Menghadapi
Pemberontakan Golongan Syi’ah.
Ketika propaganda untuk menjatuhkan
Daulah Umayyah dilancarkan, golongan Syi’ah ikut serta di dalamnya. Karena
perjuangan mereka untuk membela keluarga Nabi, karena itu dianggap cukup tepat
memperoleh peluang untuk mendapat kekuasaan. Berdasarkan hal itu, mereka beranggapan
lebih pantas menjabat khalifah itu dibandingkan dengan Bani Abbas. itulah
sebabnya golongan Syi’ah di bawah pimpinan Muhammad bin Abdullah mengadakan pemberontakan
pada masa al-Mansur. Sehingga khalifah Al Mansur menuntaskan semua pemberontak
yang menentang kekhalifahan Bani Abbasiyah.[5]
2.
Membangun Kota Baghdad
Sebelum membangun kota Baghdad tersebut,
al-Mansur telah mengadakan penelitian dengan seksama. Dia menugaskan beberapa
orang ahli untuk mempelajari dan meneliti lokasi. Di dalam membangun kota itu,
khalifah mempekerjakan tidak kurang dari 100.000 orang pekerja yang didatangkan
dari berbagai daerah seperti Syria, Mosul, Basrah, dan Kufah. Kota Baghdad
berbentuk bundar, di sekelilingnya dibangun tembok tinggi, di luar tembok
digali parit besar yang berfungsi selain sebagai saluran air, sekaligus sebagai
benteng pertahanan.
Sebagaimana disebutkan bahwa kota
pertama Dinasti Abbasiyah yaitu Al Hasyimiyyah yang berada di kota Damasku,
kemudian khalifah Al Mansur memindahkan kota atau pusat kegiatan Bani Abbasiyah
di kota Baghdad yaitu Iraq. Adapun faktor dalam pemindahan kota tersebut,
antara lain:
a. Dinasti Umayyah dan para pendukungnya
bermukim di Damaskus (dekat Hasyimiyah),
b. Basis Daulah Abbasiyah adalah orang
Persia, maka Baghdad lebih dekat dengan Persia. Sementara basis kekuatan Daulah
Umayyah orang Arab, sehingga memindahkan ibu kota ke Baghdad menjauhkan diri
dari pendukung Daulah Abbasiyah.
c. Damaskus dengan perbatasan negara Bizantium,
maka pemindahan ke Baghdad menjauhkan diri dari agresi pasukan Bizantium juga.[6]
3.
Memajukan Ekonomi .
Di tinjau dari segi ekonomi letak
kota ini sangat menguntungkan, sebab di situ terletak sungai Tigris yang dapat
menghubungkan kota dengan negara lain. Sampai ke Tiongkok untuk ekspor barang,
dan dapat mendatangkan segala sesuatu yang diperlukan baik hasil lautan, maupun
bahan makanan yang dihasilkan oleh Mesopotamia, Armenia, dan daerah-daerah
sekitarnya sebagai bahan impor. Dengan adanya aktivitas ekspor-impor itu maka
perekonomian Daulah Abbasiyah dapat berkembang. Pada waktu al-Mansur
memerintah, keadaan ekonomi Daulah Abbasiyah masih morat-marit, untuk itu
al-Mansur menata perekonomian pemerintahannya dengan memperkembangkan melalui
pelabuhan Baghdad, karena
letak
kota Baghdad di pinggir sungai Tigris, memudahkan berkembang perdagangan,
impor-ekspor dapat digalakkan, pada gilirannya ekonomi semakin berkembang
sehingga rakyat bisa hidup makmur.
Adapun komoditi yang menjadi primadona
pada masa itu adalah bahan pakaian atau tekstil yang menjadi konsumsi pasar
asia dan eropa. Sehingga industri di bidang penenunan seperti kain, bahan-bahan
sandang lainnya dan karpet berkembang pesat. Bahan-bahan utama yang digunakan
dalam industri ini adalah kapas, sutra dan wol. Industri lain yang juga
berkembang pesat adalah pecah belah, keramik dan parfum. Disamping itu
berkembang juga industri kertas yang di bawa ke Samarkand oleh para tawanan
perang Cina tahun 751 M. di Samarkan inilah produksi dan ekspor kertas dimulai.
Hal ini rupanya mendorong pemerintah pada masa Harun al-Rasyid lewat wazirnya
Yahya ibn Barmak mendirikan pabrik kertas pertama di Baghdad sekitar tahun 800
M.[7]
Komoditas lain yang berorientasi
komersial selain, logam, kertas, tekstil, pecah belah, hasil laut dan
obat-obatan adalah budak-budak. Mereka setelah dibeli oleh tuannya dipekerjakan
seperti di ladang pertanian, perkebunan dan pabrik. Namun bagi pemerintah,
budak-budak direkrut sebagai anggota militer demi pertahanan negara.
4.
Mendirikan Pusat Kajian Ilmu Pengetahuan .
Sepuluh tahun terakhir dari pemerintahan
al-Mansur adalah masa aman dan damai, masa kemakmuran yang melimpah ruah
sehingga seluruh perhatian telah dapat sepenuhnya dicurahkan bagi perkembangan
ilmu pengetahuan, kesusasteraan dan kebudayaan. Sejak awal berdirinya, kota ini
sudah menjadi pusat peradaban dan kebangkitan ilmu pengetahuan dalam Islam. al-Mansur
memerintahkan penerjemahan buku-buku ilmiah dan kesusasteraan dari bahasa
asing, yaitu India, Yunani Kuno, Bizantium, Persia dan Syria ke dalam bahasa
Arab. Para peminat ilmu dan kesusasteraan segera berbondong-bondong datang ke
kota itu.238 Dari konteks ini dapat dipahami bahwa urbanisasi merupakan suatu
yang tidak dapat terelakkan.[8]
Andil al-Mansur yang lain dalam
meletakkan dasar yang kokoh bagi aktivitas pengembangan ilmu pengetahuan dengan
mendirikan Departemen Study Ilmiah dan Pernterjemahan, maka aktivitas kegiatan
di bidang penerjemahan sudah mulai
terlaksana
pada masa khalifah al-Mansur dan mencapai puncak kejayaannya pada masa cucunya
khalifah al-Makmun.
Keberhasilan al-Mansur yang lain bagi
pengokohan Daulah Abbasiyah adalah kerjasamanya yang baik dengan golongan
Mawali, dalam hal ini keluarga Barmaki. Sebagai seorang Persia mereka pencinta
ilmu pengetahuan dan administrator yang baik, maka al-Mansur mengangkat mereka sebagai
pendukung utamanya, di antaranya diangkat sebagai Wazir (Perdana Menteri). Maka
jika Daulah Abbasiyah
mencapai
puncak kejayaannya pada masa khalifah al-Makmun, hal itu tidak dapat dilepaskan
dari dukungan orang Persia ini.[9]
5.
Masa Kejayaan Pemerintahan dan Kemajuan Ilmu
Pengetahuan
Dengan naiknya Harun menduduki jabatan
Khalifah, maka Daulah Abbasiyah memasuki era baru yang sangat gemilang. Dia
adalah seorang penguasa yang paling cakap dan paling mulia di antara Daulah Abbasiyah.
Dia memerintah selama 23 tahun. Pada masa puncak keemasan kota Baghdad di masa pemerintahan
khalifah Harun al-Rasyid (786 – 809 M), dan anaknya al-Makmun (813 – 833 M),
dari kota inilah memancar sinar kebudayaan dan peradaban Islam ke seluruh dunia.
Kebesarannya tidak terbatas pada negeri Arab, tetapi meliputi seluruh negeri
Islam. Baghdad ketika itu menjadi pusat peradaban dan kebudayaan yang tertinggi
di dunia.
Ada tiga keistimewaan kota ini,
yaitu: pertama, prestise politik, kedua, supremasi ekonomi, ketiga, aktivitas intelektual. Tidak
mengherankan jika ilmu pengetahuan dan sastra berkembang sangat pesat di
wilayah ini. Banyak buku filsafat yang sebelumnya dipandang sudah “mati”
dihidupkan kembali dengan diterjemahkan ke dalam bahasa Arab.
Dari paparan di atas diketahui betapa
indahnya kota Baghdad yang dijadikan sebagai kota intelektual, maha guru masyarakat
Islam, pusat perkembangan ilmu pengetahuan yang diminati oleh para ulama dari
berbagai penjuru dunia. Kota ini memancarkan sinar kebudayaan dan peradaban
Islam ke seluruh penjuru dunia. Gambar kemegahan kota Baghdad dapat dilihat ketika
khalifah Harun menerima duta Raja Konstantin VII untuk membicarakan soal
tawaran-tawaran perang.[10]
Lembaga pendidikan
pada masa Bani Abbasiyah mengalami perkembangan dan kemajuan yang sangat pesat,
hal ini sangat ditentukan oleh perkembangan bahasa Arab, baik sebagai bahasa
administrasi yang sudah berlaku sejak Bani Umayyah, maupun sebagai bahasa pengetahuan,
selain itu juga ada dua hal yang tidak terlepas dari kemajuan ilmu pengetahuan
yaitu :
a) Terjadinya asimilasi
antara bahasa Arab dengan bahasa bangsa lain yang telah lebih dulu mengalami
kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan. Pada masa Bani Abbas, bangsa-bangsa
non-Arab banyak yang masuk Islam. Asimilasi berlangsung secara efektif dan
bernilai guna. Bangsa-bagssa itu memberi saham tertentu bagi perkembangan ilmu
pengetahuan dalam Islam. Pengaruh Persia sangat kuat dalam bidang ilmu
pengetahuan. Disamping itu, bangsa Persia banyak berjasa dalam perkembangan
ilmu, filsafat, dan sastra. Pengaruh India terlihat dari bidang kedokteran,
ilmu matematika, dan astronomi. Sedangkan pengaruh Yunani terlihat dari
terjemahan-terjemahan di berbagai bidang ilmu, terutama Filsafat.
b) Gerakan penerjemahan
berlangsung selama tiga fase. Fase pertama, pada masa khalifah Al-Mansyur
hingga Hasrun Al-Rasyid. Pada fase ini yang banyak diterjemah adalah buku-buku
dibidang ilmu Astronomi dan Mantiq. Fase kedua terjadi pada masa khalifah
Al-Makmun hingga tahun 300 H. Buku-buku yang banyak diterjemah adalah bidang
filsafat, dan kedokteran. Dan pada fase ketiga berlangsung setelah tahun 300 H,
terutama setelah adanya pembuatan kertas. Selanjutnya bidang-biadang ilmu yang
diterjemahkan semakin meluas.
Di zaman khalifah Harun al- Rasyid (786-809 H) adalah zaman yang
gemilang bagi Islam. Zaman ini kota baghdad mencapai puncak kemegahannya yang
belum pernah dicapai sebelumnya, Harun sangat cinta pada sastrawan, ulama,
Filosof yang datang dari segala penjuru ke Baghdad.[11]
Adapun ilmu
pengetahuan yang berkembang pada masa Bani Abbasiayah adalah sebagai berikut :
1) Ilmu Kedokteran
Pada mulanya Ilmu Kedokteran telah ada pada saat Bani Umayyah, ini
terbukti dengan adannya sekolah tinggi kedokteran Yundisapur dan Harran.
Dinasti Abbasiyah telah banyak melahirkan dokter terkenal diantaranya sebagai
berikut:
a) Hunain Ibnu Ishaq
(804-874 M) terkenal segai dokter yang ahli dibidang mata dan penerjema
buku-buku dari bahasa asing ke bahasa Arab.
b) Ar-Razi (809-1036 M)
terkenal sebagai dokter yang ahli dibidang penyakit cacar dan campak. Ia adalah
kepala dokter rumah sakit di Baghdad.
c) Ibnu Sina (980-1036 M),
yang karyanya yang terkenal adalah Al-Qanun Fi At-Tibb dan dijadikan sebagai
buku pedoman bagi Universitas di Eropa dan negara-negara Islam.
d) Ibnu Rusyd (520-595 M)
terkenal sebagai dokter perintis dibidang penelitian pembuluh darah dan penyakit
cacar. Dll
2) Ilmu Tafsir
Pada masa ini muncul dua alirang yaitu ilmu tafsir Al-matsur dan Tafsir
Bir ra’yi, aliran yang pertama lebih menekankan pada ayat-ayat Al-Qur’an dan
Hadist dan pendapat tokoh-tokoh sahabat. Sedangkan aliran tafsir yang kedua
lebih menekan pada logika ( rasio ) dan Nash. Diantara ulama tafsir yang
terkenal pada masa ini adalah Ibnu Jarir al-Thabari (310 H) dengan karangannya
jami’ al-bayan fi tafsir Al-Qur’an, Al-Baidhawi dengan karangannya Ma’alim
al-tanzil, al-Zakhsyari dengan karyanya al-kassyaf, Ar-Razi (865-925 M) dengan
karangannya al-Tafsir al-Kabir, dan lain-lainnya.[12]
3) Ilmu Hadits
Pada masa pemerintahan khalifah Umar Bin Abdul Aziz (717-720 M) dari
Bani Umayyah sudah mulai usaha untuk mengumpulkan dan membukukan Hadist. Akan
tetapi perkembangan ilmu hadist yang paling menonjol pada amasa Bani Abbasiyah,
sebab pada masa inilah muncul ulama-ulama hadist yang belum ada tandingannya
sampai sekarang. Diantara yang terkenal ialah Imam Bukhari (W.256 H) ia telah
mampu mangumpulkan sebanyak 7257 Hadist dan setelah diteliti terdapat 4000
hadist Shahih dari yang telah berhasil dikumpulkan oleh imam Bukhari yang
disusun dalam kitabnya Shahih Bukhari. Imam Muslim ( W. 251 H) terkenal sebagai
seorang ulama hadist dengan bukunya Shahih Muslim, buku karangan imam Bukhari
dan Muslim diatas lebih berpengaruh bagi umat Islam dari pada buku-buku hadist
lainnya, seperti Sunan Abu Daud oleh Abu Daud ( W.257 H) sunan Al- Turmizi oleh
imam Al-Turmizi(W.287 H) Sunan Al-Nasa’i oleh Al-Nasa’i ( W.303 H) dan sunan
Ibnu-Majah oleh Imam Ibnu Majah ( W.275 H) keenam buku hadist tersebut lebih
dikenal dengan sebutan Al- Kutub Al-Sittah.
4) Ilmu Tashawuf
Dalam bidang ilmu Tashawuf juga muncul ulama-ulama yang terkenal pada
masa pemerintahn Daulah Bani Abbasiyah. Imam Al-Ghazali sebagai seorang ulama
sufi pada masa Daulah Bani Abbasiyah meninggalkan karyanya yang masih beredar
sampai sekarang yaitu buku Ihya’ Al-Din, yang terdiri dari lima jilid.
Al-Hallaj (858-922 M) menulis buku tentang Tashawuf yang berjudul
Al-Thawasshin, Al-Thusi menulis buku al-lam’u fi al-Tashawuf, Al-Qusyairi (465
H) dengan bukunya al-risalat al-Qusyairiyat fi’il al-Tashawuf.
5) Ilmu Matematika
Terjemahan dari bahasa asing ke bahasa Arab menghasilkan karya dibidang
matematika. Diantara ahli matematika islam yang terkenal adalah Al-Khawarizmi,
adalah seorang pengarang kitab Al-Jabar wal Muqabalah (ilmu hitung) dan penemu
angka Nol. Tokoh lainnya adalah Abu Al-Wafa Muhammad Bin Muhammad Bin Ismail
Bin Al-Abbas terkenal sebagi ahli ilmu matematika.
6) Ilmu Farmasi
Diantara ahli farmasi pada masa Bani Abbasiyah adalah Ibnu Baithar,
karyanya yang terkenal adalah Al-Mughni (berisi tentang obat-obatan), jami’
al-mufradat al-adawiyah (berisi tentang obat-obatan dan makanan bergizi).
Dan masih banyak lagi ilmu yang berkembang pada masa Bani Abbasiyah
berkuasa, hal ini terlihat bahwa saat Khalifah Al-Mustansir (1226-1242 M)
memerintah ia mendirikan Universitas Mustansiriah di Baghdad yang dapat dibanggakan
karena telah mampu melampaui Universitas di Eropa. Mereke mempunyai
Fakultas-fakultas yang sempurna, mahaguru digaji berdasarkan banyak mahasiswa
yang terdapat dalam Fakultasnya, setiap Mahasiswa dan Mahaguru mendapatkan satu
dinar emas setiap bulannya, dan rata-rata setiap Fakultas tidak ada yang kurang
dari 3000 Mahasiswa didalamnya.
C.
Pemerintahan Dinasti Bani Abbasiyah pada masa
Disintegrasi
Periode disintegrasi ditandai dengan
menurunya kekuasaan Khalifah di bidang politik karena dilanda perpecahan.
Politik sentral Khalifah telah berpindah ke daerah-daerah. Pemerintahan Daulah
Abbasiyah banyak melakukan tidakan yang tidak menyenangkan rakyat yang
mengakibatkan rakyat menjauhkan diri dari pemerintahan pusat dan mendirikan
pemerintahan-pemerntahan kecil di daerah, akibatnya kekuasaan sentral pusat
menjadi hilang peranannya kalau tidak diktakan lumpuh, maka Khalifah hanya
sebagai lambang belaka. Adapun penyebab masa Disintegrasi Bani Abbasiyah
antaralain:
1.
Pemberontakan Zinj (255-270 H/828-883 M)
Orang-orang Zinj merupak sekelompok
budak asal Afrika. Menimbulkan rasa takut dan ancaman terhadap pemerintahan
Abbasiyah selama empat belas tahun. Dipimpin seorang Persia bernama Ali bin
Muhammad yang mengaku keturunan dari Ali Zainul Abidin ibnul-Husen. Ia membebaskan banyak budak dan membuat kota bernama al-Mukhatarah.
Dalam beberapa kali peperangan dia
berhasil mengalahkan pasukan Abbasiyah. Menguasai beberapa kota di wilayah Bani
Abbasiyah sehingga khalifah Al-Mu’tamid keluar dan memimpin langsung
pasukannya. Al-Mukhatarah dikepung dan berhasil dihancurkan. Pemberontakan
berakhir 270 H/883 M. Peperangan menelan korban hingga 2.500.000 menurut Ibnu
Thaba Thaba al-Fajhri, dan 1.500.000 menurut Imam as-Suyuthi.[13]
2.
Gerakan Qaramithah (277-470 H/890-1077 M)
Mereka adalah sekte keagamaan yang
beraliran kebatinan. Dasar pemikirannya mengemukakan bahwa pada setiap yang
zhahir itu ada sesuatu yang batin. Sehingga ayat-ayat al-Qur’an menurut meraka
memiliki suatu yang lahir dan batin. Dan tidak ada seorang pun yang mengetahui yang batin ini kecuali Imam
dan keturunan Ali. Dan ini akar dari pemikiran Persia yang sesat. Pada masa
gerakan ini menyerang mekkah dan madinah. Mereka masuk ke kota mekkah pada
musim haji dan membantai jamaah haji secara besar-besaran. jasad korban
pembantaian dimasukkan kedalam sumur Zamzam. Dan Hajar Aswad dibawa ke kota
Ihsa’ selama dua puluh tahun.[14]
3.
Dominasi Negeri-Negeri Syiah.
Masa ini memiliki ciri utama yakni
dominasi kalangan syiah terhadap kawasan yang demikian luas dimana mereka telah
banyak mendirikan kerajaan- kerajaan kecil. Pada masa ini dibuat pokok-pokok
dan prinsip-prinsip syiah. Mereka membuat perkataan-perkataan yang dinisbatkan
kepada ahli bait yang sama sekali tidak berasal darimereka. Ini terjadi karena
mereka berkuasa pada saat itu, sehingga banyak peperangan yang muncul dan
fitnah semakin subur diantara kalangan Sunni dan Syiah.
4.
Perebutan Kekuasaan.
Faktor lain yang menyebabkan peran politik
Bani Abbas menurun adalah perebutan kekuasaan di pusat pemerintahan. Hal ini
terjadi bahkan sejak masa sebelumnya. Tapi yang terjadi pada masa Bani Abbas
berbeda dengan sebelumnya.
Pada masa awal pemerintahan Bani
Abbasiyah, perebutan kekuasaan sering terjadi. Namun pada masa periode kedua,
para khalifah semakin tidak berdaya dalam menghadapi pemberontakan. Terlebih
ketika tentara Turki berhasil merebut kekuasaan Bani Abbas, secara tidak
langsung daulat Abbasiyah berada di bawah kekuasaan Bani Buwaih. Pada masa ini
khalifah Abbasiyah tinggal namanya saja.
Kekuasaan
ini tidak berlangsung lama, Bani Buwaih snediri hancur akibat perebutan
kekuasaan akibat perebutan kekuasaan oleh ketiga anak pendiri Bani Buwaih (Izz
Al-Daulah Bakhtiar dengan Adhad Al-Daulah). Dan kemudian terjadi pertentangan
di dalam militer Bani Buwaih itu sendiri. Kemudian Bani Buwaih digantikan oleh
Seljuk dan sebagai tanda awal periode keempat khilafah Abbasiyah. Pemimpinnya
yang pertama adalah Thugrul Bek. Dinasti Seljuk menggantikan posisi Bani
Buwaih. Dalam hal agama, kembali dari ajaran Syiah ke Sunni.
v Serangan Mongolia dan Akhir Pemerintahan Bani
Abbasiyah (656 H/1258 M).
Orang-orang Mongolia adalah bangsa yang
berasal dari Asia Tenggara, yang mana Mongolia ini sebuah kawasan terjauh di
China. Mereka adalah manusia-manusia suka perang, haus darah, merampok, serta
menyembah berhala, bintang-bintang, dan matahari.
a) Penghancuran Baghdad dan Pembunuhan
Khalifah
Hulaku dan pasukannya menyerang Baghdad
dengan pasukan yang sangat besar. Kemudian para pemimpin dan fukaha juga
keluar, sehingga Baghdad kosong dari orang-orang yang mempertahankan kota,
sehingga bangsa mongol membunuh khalifah dan orang-orang yang datang
bersamanya. Perlu diketahui bersama bahwa perang busuk ini adalah dimainkan
oleh seorang syiah Rafidha yakni Ibnu ‘Alqam, menteri al Mu’tashim yang mana
dia bekerja sama dengan orang-orang Mongolia dalam menghancurkan kota Baghdad
dan pemerintahan Abbasiyah pada tahun 656H/1258 M.
b) Sebab-sebab dan faktor Hancurrnya
Pemerintahan Bani Abbasiyah
Adapun
Sebab-sebab kehancuran Bani Abbasiyah, antara lain :
·
Munculnya
pemberontakan keagamaan, seperti pemberontakan Zinj, gerakan Qaramithah, Hasyasyiyyun,
serta munculnya pemerintahan Ubaidiyah dan gerakan kebatinan.
·
Adanya
dominasi militer atas khilafah dan kekuasaan mereka sehingga banyak menghinakan
dan merendahkan para khilafah dan rakyat.
·
Munculnya
kesenangan terhadap materi karena kemudahan hidup yang tersedia pada saat itu.
·
Mereka
telah melupakan salah satu pilar terpenting dari ajaran Islam yaitu Jihad,
aandaikan mereka mengarahkan potensi dan energi ummat islam untuk melawan
orang-orang salib maka tidak akan muncul pemberontakan-pemberontakan yang
muncul di dalam negeri.
·
Akhirnya
muncul serangan orang-orang Mongolia yang mengakhiri semua perjalanan dan
perjuangan pemerintahan Bani Abbasiyah.[15]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dinasti Abbasiyah adalah pengubah
peradaban dunia Islam setelah Dinasti Ummawiyah. Yakni selama lima abad, dari
750-1258 M. Dinasti ini pun berasal dari nama keluarga Bani Hasyim, yang
seketurunan dengan nabi Muhammad SAW. Pada zaman Abbasiyah konsep kekhalifahan
(pemerintahan) berkembang sebagai sistem politik. Pola pemerintahan yang
diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, ekonomi dan
budaya. Selama lima abad, pemerintahan ini pun ada 37 khalifah yang menjalankan
amanah menjadi pemimpin muslimin. Pemerintahan Dinasti Abbasiyah dapat dibagi
menjadi 2 masa, atau 2 periode, yakni periode Integrasi dan periode
Disintegrasi. Yang mana periode Integrasi ini adalah periode masa kejayaan
pemerintahan Bani Abbasiyah dalam bidang pemerintahan, pembangunan, Ekonomi
serta Ilmu pengetahuan, sehingga ada 3 khilafah yang telah berjasa besar dalam
pembentukan dan Kemajuan Bani Abbasiyah setelah Khalifah Abu Abbas al-Safah
yaitu Ja’far Al Mansur, Harun Ar Rosyid Serta Al Makmun. Adapun pada masa
Disintegrasi yaitu masa dimana pemerintahan Bani Abbasiyah mengalami kemunduran
disebabkan banyaknya pemberontakan di dalam Negeri sehingga Khalifah kewalahan
dalam menghadapi semua pemberontak tersebut. Kemudian pada masa akhir
pemerintahan Bani Abbasiyah bangsa Mongol berhasil merebut kekuasaan mereka
serta menghancurkan semua peradaban kota Baghdad sehingga Pemerintahan Dinasti
Bani Abbasiyah hancur ditangan mereka.
B.
Saran
Semoga pembaca bisa mengetahui Pemerintahan
Dinasti Bani Abbasiyah mulai berdirinya sampai pada akhir masa pemerintahan
Bani Abbasiyah, dan semoga pembaca juga diberikan ilmu yg bermanfaat dari
makalah ini.
Makalah inipun tak luput dari
kesalahan dan kekurangan maupun target yang ingin dicapai. Adapun kiranya
terdapat kritik, saran maupun teguran digunakan sebagai penunjang pada makalah
ini. Sebelum dan sesudahnya kami ucapkan terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
A.
Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam 2,( Jakarta : PT. Al Husna Zikra,
1995).
Al Usairy, Ahmad, Sejarah Islam, (Jakarta : Akbar Media 2013).
http://galihyogawahyukuncoro.blogspot.co.id/2015/01/penyebab-disintegrasi-islam-pada-masa.html?m=1,
diakses pada pukul 7.52, hari Ahad, tanggal 9 April 2017
http://majelispenulis.blogspot.co.id/2012/04/kemajuan-ekonomi-daulah-bani-abbasiyah.html?m=1,
diakses pada pukul 19:11, hari sabtu, tanggal 8 April 2017.
Ibrahim
Hasan, Hasan, Sejarah dan kebudayaan
Islam, Jilid 3 (Yogyakarta: Kota kembang,1989).
N.
Abbas, Wahid dan Suratno, Khazanah
Sejarah Kebudaan Islam, (Solo: PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2009).
Nasution,
Syamruddin, Sejarah Peradaban Islam,
(Pekanbaru: Yayasan Pusaka Riau, 2013).
Teks
Books, Sejarah dan Kebudayaan Islam,
Jilid 1 (Ujung Pandang: IAIN Alaudin, 1981-1982).
Yatim,
Badri, Sejarah Peradaban Islam
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,1993).
[1] Prof. Dr. A. Syalabi, Sejarah
dan Kebudayaan Islam 2,( Jakarta :
PT. Al Husna Zikra, 1995) , hlm. 175.
[3] Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah dan
kebudayaan Islam, Jilid 3 (Yogyakarta: Kota kembang,1989), h.42.
[4] Teks Books, Sejarah dan
Kebudayaan Islam, Jilid 1 (Ujung Pandang: IAIN Alaudin, 1981-1982), h. 116.
[5] Dr. Syamruddin Nasution, M.Ag, Sejarah
Peradaban Islam, (Pekanbaru: Yayasan Pusaka Riau, 2013), hal. 188
[6] Dr. Syamruddin Nasution, M.Ag, Sejarah
Peradaban Islam, hal. 192
[7] http://majelispenulis.blogspot.co.id/2012/04/kemajuan-ekonomi-daulah-bani-abbasiyah.html?m=1,
diakses pada pukul 19:11, hari sabtu, tanggal 8 April 2017.
[8] Badri Yatim, Sejarah Peradaban
Islam (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,1993), hal. 278
[9] Dr. Syamruddin Nasution, M.Ag, Sejarah
Peradaban Islam, hal. 194
[10] Dr. Syamruddin Nasution, M.Ag, Sejarah
Peradaban Islam, hal. 197
[11] Wahid,
N. Abbas dan Suratno, Khazanah Sejarah
Kebudaan Islam, (Solo: PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2009), hal 55
[13] http://galihyogawahyukuncoro.blogspot.co.id/2015/01/penyebab-disintegrasi-islam-pada-masa.html?m=1,
diakses pada pukul 7.52, hari Ahad, tanggal 9 April 2017
[14] Ahmad al Usairy, Sejarah Islam,
(Jakarta : Akbar Media 2013). Hal 252
[15] Ahmad al Usairy, Sejarah Islam,
hal. 259

Tidak ada komentar:
Posting Komentar