Rabu, 22 Juli 2020

𝐊𝐀𝐈𝐃𝐀𝐇-𝐊𝐀𝐈𝐃𝐀𝐇 𝐈𝐌𝐀𝐌 𝐒𝐘𝐀𝐅𝐈'𝐈 𝐃𝐋𝐌 𝐌𝐄𝐍𝐓𝐀𝐑𝐉𝐈𝐇 𝐃𝐀𝐋𝐈𝐋² 𝐁𝐄𝐑𝐓𝐄𝐍𝐓𝐀𝐍𝐆𝐀𝐍

𝐄𝐝𝐢𝐬𝐢 𝟏𝟒 𝐤𝐚𝐢𝐝𝐚𝐡 𝐤𝐞 𝟔:

(المسند مقدم على المرسل)

𝐇𝐚𝐝𝐢𝐬𝐭 𝐌𝐮𝐬𝐧𝐚𝐝 𝐥𝐞𝐛𝐢𝐡 𝐝𝐢𝐝𝐚𝐡𝐮𝐥𝐮𝐤𝐚𝐧 𝐝𝐚𝐫𝐢 𝐩𝐚𝐝𝐚 𝐇𝐚𝐝𝐢𝐭𝐬 𝐌𝐮𝐫𝐬𝐚𝐥.

   Hadist Musnad adalah hadist yang sanadnya bersambung sampai ke Rasulullah SAW. (Lihat kitab Ma’rifatu Ulum Al Hadits, hal. 17).

  Sedangkan hadist Mursal adalah hadist yang sanadnya terputus setelah tabi’in yaitu para sahabat atau hadist yang diriwayatkan oleh tabi’in tanpa melalui sahabat Rasulullah SAW. (Lihat kitab Nazhah Al Nadzor fii taudihi Nakhbah Al Fikr fii Mushtalah Ahli Atsar, hal. 82).

  Kaidah tarjih ini dilakukan ketika dua dalil ta'arudh tidak bisa di gabungkan (al jam'u wa taufiq) dan juga kedua kondisi dalil tersebut tidak bisa dinasakh satu sama lain disebabkan tidak terpenuhinya syarat² nasakh.

   Oleh sebab itu Kaidah di atas menjelaskan bahwa, ketika terjadi perselisihan secara zohir antara hadist musnad dan hadist mursal, maka hadist musnad lebih didahulukan. Sebab hadist musnad lebih kuat dari pada hadits mursal dari segi periwayatannya, sebab para perawi hadist musnad Nampak dan diketahui keadilannya dan kedhobitannya dalam meriwayatkan hadist. Hal ini berbeda dengan hadits mursal yang periwayatannya terputus pada thabaqat sahabat, sehingga tidak diketahui keadailannya dan kedhobitannya dalam periwayatan hadist. (Lihat kitab Ikhtilaf Al Hadist, 7/649), (Al Umm, 8/ 79).

  Sebagai contoh yaitu, Imam Syafi’I lebih mendahulukan hadits musnad Ibnu Umar tentang kebolehan menghadap kiblat ketika buang hajat di ruang tertutup dari pada hadist Tawus yang mursal tentang larangan menghadap kiblat di ruang tertutup.

Adapun Hadist Ibnu Umar:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، قَالَ: ارْتَقَيْتُ فَوْقَ بَيْتِ حَفْصَةَ فَرَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْضِي حَاجَتَهُ مُسْتَدْبِرَ القِبْلَةِ، مُسْتَقْبِلَ الشَّأْمِ

Diriwayatkanoleh Abdullah bin Umar, r.a, berkata: saya memanjat genteng rumah Hafsah, lalu saya melihat Nabi SAW buang hajat dengan membelakangi kiblat dan menghadap Syam. (HR. Bukhari)

Kemudian Hadist Thowus:

قال طاوس: حق على كل مسلم أن يكرم قبلة الله أن يستقبلها لغائط أو بول

Thowus berkata: wajib atas setiap muslim untuk memuliakan kiblat Allah dengan menghadap kiblat pada saat buang hajat . (HR.Baihaqi).

   Dalam hal ini Imam Syafi’I mengatakan bahwa hadist Thowus adalah hadist mursal, sedangkan hadist Ibnu Umar adalah hadits musnad, maka hadist musnadlah yang lebih didahulukan, Jika keduanya tidak bisa digabungkan dan tidak bisa dinasakh satu sama lain.

Wallahu a'lam bishowab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar