MAKALAH
AHMAD MUNTAZAR
ACH RIFQI
FATHOR ROHMAN
KONSENTRASI : HUKUM ISLAM
PROGRAM STUDI
MAGISTER STUDI ISLAM
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2017
BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang Masalah
Islam tradisional merupakan salah satu
corak paham keislaman yang paling populer dan banyak dianut oleh masyarakat
Indonesia. Paham keislaman ini sering dikonfrontir dengan Islam modernis yang
menuduh Islam tradisional sebagai penghambat kemajuan dan membawa kemunduran
umat Islam. Berbagai pemikiran yang dilakukan kaum modernis untuk membawa umat
Islam kepada kemajuan adalah dengan terlebih dahulu meninggalkan sikap
tradisionalnya.
Islam modern
yang bertumpu pada Qur’an dan Sunnah berupaya untuk mengembalikan kembali umat
Islam kepada sumber ajarannya yang tidak pernah usang ditelan zaman, namun
perlu sebuah penelaahan lebih mendalam dari nash yang ada. Hal
ini menimbulkan beberapa reaksi dari umat Islam sendiri, dengan beragam
ekspresinya.
Makalah ini mencoba menelaah tentang Islam
tradisional dan Islam modern, apa pengertian dan ruang lingkupnya.
BAB
II
PEMBAHASAN
- Islam Tradisional
a
Pengertian Islam
Tradisional
Tradisi berasal dari bahasa Inggris,
"tradition" artinya tradisi. Dalam kamus bahasa Indonesia, kata
tradisi diartikan segala sesuatu, seperti adat, kepercayaan, kebiasaan, ajaran
dan sebagainya yang turun temurun dari nenek moyang.[1]
Dalam
perkembangan selanjutnya, Islam tradisional tidak hanya ditujukan kepada mereka
yang berpegang teguh kepada Al-Qur`an dan Al-sunnah, melainkan juga hasil
pemikiran (ijtihad) para ulama yang dianggap unggul dan kokoh dalam berbagai
bidang keilmuan, seperti "fiqih" (hukum Islam), tafsir, teologi,
"Tasawuf", dan sebagainya.
Islam tradisional merupakan model pemikiran
yang berusaha berpegang pada tradisi-tradisi yang telah mapan. Bagi mereka,
segala persoalan umat telah diselesaikan secara tuntas oleh para ulama
terdahulu. Tugas kita sekarang hanyalah menyatakan atau merujukkan kembali.
Perbedaan kelompok ini dengan fundamentalis terletak pada penerimaannya pada
tradisi. Fundamentalis membatasi tradisi yang diterima hanya sampai pada
khulafa' al-rasyidin , sedang tradisionalis melebarkan sampai pada salaf
al-shalih , sehingga mereka bisa menerima kitab-kitab klasik sebagai bahan
rujukannya. Hasan Hanafi pernah mengkritik model pemikiran ini. Yaitu, bahwa
tradisionalis akan menggiring pada ekslusifisme, subjektivisme dan diterminisme
. Islam tradisional selalu bertentangan dengan Islam modernis.
b
Ciri-ciri (Corak
Pemikiran) Islam Tradisional
ü Eksklusif
(tertutup) atau fanatik sempit, tidak mau menerima pendapat, pemikiran dan
saran dari kelompok lain (terutama dalam bidang agama). Hal ini dikarenakan
mereka mengganggap bahwa kelompoknya yang paling benar.
ü Tidak
dapat membedakan antara hal-hal yang bersifat ajaran dengan yang non-ajaran.
Dengan ciri demikian, islam tradisionalis mengganggap semua hal yang ada hubungannya dengan agama sebagai
ajaran yang harus dipertahankan. Misalnya,
tentang ajaran menutup aurat dan alat menutup aurat berupa pakaian. Yang
merupakan ajaran adalah menutup aurat, sedangkan alat menutup aurat berupa
pakaian dengan berbagai bentuknya adalah bukan ajaran. Jika ajaran tidak dapat
diubah, maka yang bersifat non-ajaran dapat dirubah. Kaum islam tradisionalis
tidak dapat membedakan antara keduanya, sehingga alat menutup aurat berupa
pakaian-pun dianggap ajaran yang tidak dapat dirubah.
ü Berorientasi
kebelakang. Islam tradisionalis menilai bahwa berbagai keputusan hukum yang
diambil oleh para ulama di masa lampau merupakan contoh ideal yang harus
diikuti. Hal demikian muncul sebagai akibat dari pandangan mereka yang
terlampau mengagungkan para ulama masa lampau dengan segala atributnya yang
tidak mungkin dikalahkan oleh para ulama atau sarjana yang muncul belakangan.
ü Cenderung
tekstualis-literalis. Cenderung memahami ayat-ayat al-quran secara tekstual
tanpa melihat latar belakang serta situasi sosial yang menyebabkan ayat-ayat
al-quran tersebut diturunkan, sehingga jangkauan pemakaian suatu ayat sangat terbatas
pada kasus-kasus tertentu saja tanpa mampu menghubungkannya dengan situasi lain
yang memungkinkan dijangkau oleh ayat tersebut. Sedangkan dengan cirinya yang
literalis, islam tradisionalis kurang dapat menangkap pesan atau makna yang
terkandung dibelakang ayat. Akibat dari ciri yang demikian itu maka mereka
meniru segala macam yang dicontohkan Nabi dan ulama pada masa lampau, seperti
cara nabi berpakaian berikut modenya seperti mengenakan jubah, berjanggut,
memakai surban, memakan dengan tangan, tidak mau menggunakan produk-produk
teknologi modern, cenderung back to nature dan sebagainya.
ü Cenderung
kurang menghargai waktu
ü Cenderung
tidak mempersalahkan tradisi yang terdapat dalam agama. Pada waktu islam datang
ke indonesia, di indonesia sudah terdapat berbagai macam agama dan tradisi yang
berkembang dan selanjutnya ikut mewarnai tradisi dan paham keagamaan yang ada.
Tradisi yang demikian itu tidak dipermasalahkan yang penting dapat menentramkan
hati dan perasaan mereka.
ü Cenderung
lebih mengutamakan perasaan daripada akal pikiran.
ü Cenderung
bersifat jabariyah dan teosentris, yaitu sikap pasrah, patuh dan tunduk pada
Tuhan diiringi dengan keyakinan bahwa segala sesuatu jika Tuhan mengizinkan akan terjadi.
ü Kurang
menghargai ilmu pengetahuan dan teknologi modern.
ü Jumud
dan statis. Jumud adalah pikiran dimana tak bisa melihat sesuatu yang ada lebih
luas lagi , dengan demikian islam tradisionalis cenderung tidak mau mengikuti
perubahan dan mempertahankan apa-apa yang dipandangnya sudah baik sejak dahulu,
tanpa mempertanyakannya secara kritis apakah apakah apa-apa yang mereka
pertahankan itu masih cukup dan mampu bersaing dengan kekuatan lain.[2]
- Perkembangan Islam Tradisional di Indonesia
Islam tradisional tumbuh berkembang dalam
kehidupan masyarakat Indonesia sejak awal agama Islam datang ke-Nusantara,
tetapi dalam perjalanan Islam tradisional mendapatkan berbagai tantangan dari
berbagai sekte Islam dengan gagasan ke-Islaman yang cenderung sepihak dalam
membedah khazanah tentang Nilai-nilai yang terkandung dalam ke-Islaman. Bahkan
tantangan yang terkuat datang sejak bangsa eropa datang ke-Indonesia dengan
membawa bendera kolonialisme. Sehingga memunculkan Islam dengan corak modern
dengan meniru gaya hidup ala bangsa eropa, padahal corak ke-Islaman model dari
bangsa eropa tidak sesuai dengan masyarakat di nusantara.
Perjalanan Islam tradisional semakin kuat
di saat kemerdekaan bangsa Indonesia telah hadir dalam kehidupan masyarakat.
Bahkan Islam tradisional dengan gencar mendirikan berbagai pendidikan melalui
pondok pesantren maupun dalam bentuk pendidikan lain, tetapi dalam perjalanan
selanjutnya Islam tradisonal semakin menghadapi beragam tantangan yang kuat
dari dominasi bangsa barat dan para pejuang khilafah. Sehingga Islam
trdaisional semakin di anggap sebagai budaya yang ketinggalan zaman. Bahkan ada
istilah Islam konservatif yang di alamatkan penganut Islam tradisional, tetapi
stigma yang paling menyakitkan Islam tradisonal di anggap sebagai
pengejawantahan terhadap nenek moyang yang jauh dari Nilai-nilai ke-Islaman.
Melihat beragam serangan dari berbagai
argumen para penganut di luar Islam tradisional, perlu ada sebuah bentuk
pemahaman secara tepat, bahwa tuduhan dari luar Islam tradisional bukanlah
sebuah kebenaran, sebab Islam tradisional merupakan sebuah pengejawantahan
antara Nilai-nilai ke-Islaman dengan budaya masyarakat setempat, agar terjadi
saling berkesinambungan antara satu dengan yang lainnya.
Perjalanan Islam tradisonal setelah era
reformasi dengan berbagai gejolak ke-Islaman datang begitu gencar, Bahkan kita
kenal dengan sebutan istilah ke-Islaman dengan pemahaman Liberal, Khilafah dan
masih banyak lagi Istilah-istilah lainnya. Sehingga membuat Islam tradisonal
mencoba menjawab tantangan zaman yang datang dari berbagai kalangan dengan
seonggok dogma yang tidak cocok dengan masyarakat Islam tradisional.
Geliat Islam tradisional dalam menjawab
sebuah argumen Islam liberal dengan berusaha memberikan sebuah pemaparan dengan
cara mengerahkan dengan berpegang pada sebuah nilai keseimbangan antara
tekstual dengan kontekstual.
Keberadaan Islam Liberal cenderung secara
kontekstual dalam memberikan sebuah makna kehidupan. Sehingga terkadang Islam
liberal kebablasan dalam menerjemahkan masalah kajian ke-Islaman tanpa
mengindahkan tekstual.
Sedangkan Islam khilafah cenderung
mengarah kepada pembahasan seputar pemurnian Islam. Bahkan kajian Islam
Khilafah cenderung mengarah dalam bentuk tekstual, padahal antara tekstual
dengan kontekstual sudah semestinya harus sejalan dalam melihat beragam
fenomena kehidupan masyarakat secara luas.
Pasca reformasi telah terjadi sebuah pola
pikir dengan mengarah kebablasan dalam mengkaji ke-Islaman baik dari Islam
Liberal maupun Islam Khilafah. Sehingga menghasilkan satu sama lain saling
menaruh curiga sesama masyarakat Islam. Islam tradisional pasca reformasi
merupakan wajah dinamika baru dalam memberikan sebuah pemahaman dengan jalan
tengah, bahwa Islam merupakan perpaduan antara tekstual dengan kontekstual
dalam menjawab dan menerjemahkan beragam permasalahan kehidupan masyarakat
secara umum.
Keberadaan Islam tradisional merupakan
sebuah proses menuju jalan tengah antara pergolakan Islam ala barat dengan
pergolakan Islam ala timur tengah. Disinilah Islam tradisional berperan sebagai
media jalan tengah dalam memajukan Islam di Indonesia dalam mencari sebuah
makna Nilai-nilai ke-Islaman yang tersurat maupun tersirat.
Dengan melihat berbagai permasalahan
tentang ke-Islaman di Indonesia sebelum kemerdekaan, saat kemerdekaan dan
setelah kemerdekaan membuat Islam tradisional mencoba mengubah dan menyesuaikan
dalam menempatkan sebuah gagasan. Sebab agama Islam merupakan sebuah
pengejawantahan antara Nilai-nilai ke-Islaman dalam kehidupan masyarakat secara
universal.[3]
- ISLAM MODERN
1) Pengertian
Islam Modern
Kata modern diwakili dengan makna terbaru
atau mutakhir, atau sikap dan cara berpikir serta cara bertindak sesuai dengan
tuntutan zaman.[4]
Jika kata modern disebut dengan modernisme, maka kata ini berarti gerakan yg
bertujuan menafsirkan
kembali doktrin tradisional, menyesuaikannya dengan aliran-aliran modern
seperti filsafat, sejarah, dan ilmu pengetahuan. Kemudian, istilah modernis,
bermakna orang atau pelaku yang ikut dalam proses modernisasi.[5]
Islam Modern dalam hal pemikiran berarti
corak pemikiran dalam Islam yang berlaku sesuai dengan tuntutan zaman. Ia
selalu akan menyesuaikan dengan sesuatu model yang baru, berupaya dengan
sungguh-sungguh untuk melakukan re-interpretasi terhadap pemahaman, pemikiran
dan pendapat tentang masalah ke-Islaman yang dilakukan oleh pemikiran terdahulu
untuk disesuaikan dengan perkembangan zaman.[6]
Kata modern erat kaitannya dengan modernisasi yang berarti pembaharuan atau
tajdid dalam bahasa Arab.[7]
Modernisasi dalam masyarakat barat adalah pikiran, aliran, gerakan atau usaha
untuk mengubah paham-paham, adat istiadat, institusi-institusi lama, dan
sebagainya untuk disesuaikan
dengan suasana baru yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi modern.[8]
Kata Tajdid atau pembaharuan adalah proses
menjadikan sesuatu yang terlihat usang untuk dijadikan baru kembali. Tajdid
berakar dari kata Jaddada, diartikan dengan menjadikan baru lagi.[9]
Tajdid dalam pemikiran berarti aktifitas koreksi ulang atau konseptualisasi
ulang terhadap aktifitas keIslaman, dengan mengoreksi hal-hal yang bersifat
tidak sesuai dengan konteks baru.
Istilah modern
berasal dari tradisi barat (Kristen) yang ingin menjadikan sebuah paham akan
kesesuaian agama dengan dunia baru, meski awalnya istilah modern adalah paham
akan ilmu pengetahuan. Paham inilah yang mengarahkan agama dan ajaran mereka
kepada bentuk sekularisme.[10]
Makna ini selintas mirip dengan arti
Tajdid dalam Islam, hanya dalam pemahaman pembaharuan Islam, paham ini tidak
dapat mengubah ajaran-ajaran yang bersifat mutlak (tak dapat dirubah). Tajdid
hanya bertempat pada wilayah penafsiran atau interpretasi dari ajaran Islam,
seperti aspek teologi, hukum, politik, ekonomi, dll.
Jika tidak dipahami secara mendasar
tentang perbedaan Modern dan Tajdid, maka implikasi yang timbul adalah
pengarahan ajaran Islam kepada paham sekulerisme. Hal ini telah terjadi saat
ini dengan munculnya paham Liberalisme.
Penting untuk
kembali menelisik asal-usul paham modern sehingga tidak terjebak kedalam
pemahaman yang keliru.[11]
Keharusan terhadap pemikiran modern, mengharuskan sikap rasional yang kritis
terhadap ajaran Islam, sangat mungkin rasio akan melebihi kadarnya dibandingkan
dengan sumber nash itu sendiri jika tidak memahami perbedaan kedua istilah di
atas.
2) Latar
Belakang Pemikiran Islam Modern
Melihat periodisasi sejarah umat Islam,
gerakan modern ini dimulai pada abad ke 18, yaitu ketika peradaban barat mulai
menemukan dan mengembangkan paham rasionalismenya ke peradaban lain. Meskipun
dalam sejarahnya, peradaban Islamlah yang menginspirasi barat dalam menemukan
kejayaannya.
Pemikiran Islam modern muncul atau respon
dari keterbelakangan umat Islam di berbagai bidang, ekonomi, pendidikan, ilmu
pengetahuan, politik dan hal-hal lainnya.
Paling tidak ada lima macam kemunduran dan keterbelakangan umat Islam
yang menyebabkan munculnya gerakan pemikiran Islam modern: [12]
ü
Kemunduran umat
Islam karena telah meninggalkan ajaran Islam yang sebenarnya dan mengikuti
ajaran-ajaran yang datang dari luar. Ini terlihat dari munculnya gerakan
fatalisme dalam qada’ dan qadar.
ü
Sebab politis,
yaitu pertentangan dan persaingan serta perpecahan dalam sistem kepemimpinan
yang absolut.
ü
Lemahnya
persaudaraan dalam umat Islam.
ü
Pemahaman yang
jumud (statis, membeku) yang tetap mempertahankan tradisi.
ü
Masuknya berbagai
macam bid’ah, paham animistis yang dibawa oleh orang non-Arab ke dalam Islam.
Persoalan kepemimpinan (khilafah) dalam
Islam, tercatat dalam sejarah merupakan hal yang selalu membawa kepada
perpecahan dan pertumpahan darah. Pergantian khilafah dari beberapa khilafah
Islam, selalu diwarnai dengan peperangan yang disebabkan keteguhan
masing-masing pihak tentang makna khilafah dan keabsolutannya.
3) Pemikiran
Islam Modern di Indonesia
Ciri utama pemikiran Islam modern adalah
selalu dan pasti cenderung atau membawa pemikiran dan kehidupan umat Islam kepada
harmoni kehidupan saat ini.[13]
Pemikiran modern di Indonesia telah
terlihat pada akhir abad ke-19, ketika generasi ulama Indonesia yang belajar di
Haramain (Mekkah dan Madinah) yang dikenal dengan Ashhab Al-Jawiyyin, menyadari
bahwa metode dan tatanan berfikir (mindset) tradisional dalam Islam tidak akan
sanggup menghadapi tantangan kolonialisme dan peradaban modern.[14]
Dari pengaruh Arab ini kemudian menjadikan beberapa perubahan aktifitas
keIslaman di Indonesia terutama dalam bidang pendidikan. Genealogi intelektual
di Indonesia terbagi menjadi tiga,
pertama, mereka yang berorientasi Barat
yang saat itu biasa disebut sebagai kaum terpelajar atau kemadjoean. Kedua,
adalah mereka yang masih berpegang teguh pada khazanah agung. “Mereka ini
diwakili oleh kaum tradisionalis-konservatif”. Ketiga, mereka yang berhaluan
pembaharuan atau modernisme Islam.
Jika dikatakan bahwa Islam modern di
Indonesia direpresentasikan oleh Muhammadiyah, sebagai reaksi dari kelompok
Indigenized Islam dan kelompok tradisonal, ternyata tidak berhenti pada tiga
kelompok ini saja. Masih ada kelompok Islamisme, yang mengusung konsep
‘Arabisme’ dalam pemikirannya dan kelompok Neo-Modernisme yang mengusung
ide-ide liberalisme dalam isu-isu pemikirannya. Fenomena ini membagi kelompok
Islam modern di Indonesia kepada dua tipe :
ü Modernis
yang mengakomodir ide modernisasi Barat dengan mengadopsi metode berfikirnya.
ü Modernis
yang menolak metode berfikir Barat, meskipun tidak menolak produknya.
Jika dahulu, gerakan modern selalu
‘berkonflik’ dengan kelompok tradisional, saat ini peta dinamika pemikiran
modern mulai berubah. Konflik pemikiran yang diusung kelompok modern dahulu
tentang puritanisme, menjadi ide besar yang diusung oleh kelompok Islamisme
baru yang berkiblat kepada ‘Arabisme’.
BAB
III
KESIMPULAN
Dari
makalah di atas dapat kami simpulkan bahwa :
Islam
Tradisional merupakan model pemikiran
yang berusaha berpegang pada tradisi-tradisi yang telah mapan. Dengan ciri-ciri
:
a.)
Eksklusif (tertutup) atau fanatik sempit, tidak mau menerima pendapat,
pemikiran dan saran dari kelompok lain (terutama dalam bidang agama).
b.)
Tidak dapat membedakan antara hal-hal yang bersifat ajaran dengan yang
non-ajaran.
c.)
Berorientasi kebelakang.
d.)
Cenderung tekstualis-literalis.
e).
Cenderung kurang menghargai waktu
f.)
Cenderung tidak mempersalahkan tradisi yang terdapat dalam agama.
g.)
Cenderung lebih mengutamakan perasaan daripada akal pikiran.
h.)
Cenderung bersifat jabariyah dan teosentris
i.) Kurang menghargai ilmu pengetahuan dan
teknologi modern.
j.) Jumud dan statis.
Islam
modern dalam hal pemikiran berarti corak
pemikiran dalam Islam yang berlaku sesuai dengan tuntutan zaman, dan akan
menyesuaikan dengan sesuatu model yang baru, berupaya dengan sungguh-sungguh
untuk melakukan re-interpretasi terhadap pemahaman, pemikiran dan pendapat
tentang masalah ke-Islaman yang dilakukan oleh pemikiran terdahulu untuk
disesuaikan dengan perkembangan zaman.
DAFTAR
PUSTAKA
Ancok,
Djamaluddin, Membangun Kompotensi Manusia dalam Milenium Ke Tiga, Psikologika,
Jurnal Pemikiran dan Penelitian Psikologi, Nomor : 6 Tahun III, UII, 1998.
Gardet,
Louis & M. Arkoun, Islam Kemarin dan Hari Esok, terj. Ahsin Mohammad,
Bandung, Puskata, 1997.
Latif,
Yudi, Inteligensia Muslim dan Kuasa : Genealogi Intelegensia Muslim Indonesia
Abad Ke-20, Bandung, Mizan Media Utama, 2005.
Munawir,
Ahmad Warson, Al-Munawwir Kamus Arab Indonesia, Surabaya, Pustaka Progressif,
1997.
Nasution,
Harun, Pembaharuan Dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Jakarta: Bulan
Bintang, 1975.
Nata,
Abudin, Peta Keragaman Pemikiran Islam di Indonesia, Jakarta, Raja Grafindo
Persada, 2001.
Sudiro,
M. Irsyad, Pendidikan Agama dalam Masyarakat Modern, Seminar dan Lokakarya
Nasional Revitalisasi Pendidikan Agama Luar Sekolah dalam Masyarakat Modern,
Cirebon, tanggal, 30-31 Agusrus 1995.
Wilson,
Samuel Graham, Modern Movements Among Moslems, New York, Fleming Company, TT.
http://kang-tejo.blogspot.com/2009/12/islam-tradisional-antar-tradisi.html?m=1,
http://jistrad.blogspot.co.id/2012/05/perkembangan-dan-pemikiran-islam.html
Kamus
Besar Bahasa Indonesia online, http://pusatbahasa.diknas.go.id/-kbbi/index.php
[1]
Dilihat
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia online,
http://pusatbahasa.diknas.go.id/-kbbi/index.php
[2]
http://kang-tejo.blogspot.com/2009/12/islam-tradisional-antar-tradisi.html?m=1,
diakses hari selasa tgl 8
mei 2017
[3]
http://jistrad.blogspot.co.id/2012/05/perkembangan-dan-pemikiran-islam.html,
diakses hari 8 mei 2017.
[4] Dilihat
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia online,
http://pusatbahasa.diknas.go.id/-kbbi/index.php
[5]
Dilihat
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia online,
http://pusatbahasa.diknas.go.id/-kbbi/index.php
[6] Abudin
Nata, Peta Keragaman Pemikiran Islam di Indonesia, Jakarta, Raja Grafindo
Persada, 2001,hlm. 158-163.
[7]
Abudin
Nata, Peta Keragaman Pemikiran Islam di Indonesia, Jakarta, Raja Grafindo
Persada, 2001, hlm. 155.
[8]
Harun
Nasution, Pembaharuan Dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Jakarta, Bulan
Bintang, 1975, hlm. 9.
[9]
Ahmad
Warson Munawir, Al-Munawwir Kamus Arab Indonesia, Surabaya, Pustaka Progressif,
1997, hlm. 173.
[10]
M.Irsyad
Sudiro, Pendidikan Agama dalam Masyarakat Modern, Seminar dan Lokakarya
Nasional Revitalisasi Pendidikan Agama Luar Sekolah dalam Masyarakat Modern,
Cirebon, tanggal, 30-31 Agusrus 1995, hlm. 2.
[11] Louis
Gardet & M. Arkoun, Islam Kemarin dan Hari Esok, terj. Ahsin Mohammad,
Bandung, Puskata, 1997, hlm. 144
[12]
Abudin
Nata, Peta Keragaman Pemikiran Islam di Indonesia, Jakarta, Raja Grafindo
Persada, 2001,hlm. 158-163.
[13]
Samuel
Graham Wilson, Modern Movements Among Moslems, New York, Fleming Company, TT,
hlm. 153.
[14] Yudi
Latif, Inteligensia Muslim dan Kuasa : Genealogi Intelegensia Muslim Indonesia
Abad Ke-20, Bandung, Mizan Media Utama, 2005, hlm. 108.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar